Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adakah Obat Hepatitis Murah?

Kompas.com - 31/01/2011, 07:26 WIB

Saya bertugas di sebuah panti rehabilitasi narkoba, sebagian besar peserta rehabilitasi adalah pengguna narkoba suntikan. Mereka biasanya tinggal di pusat rehabilitasi sekitar 6 bulan. Cukup banyak yang menyelesaikan rehabilitasi dan pulang dengan keyakinan diri tak ingin menggunakan narkoba lagi.

Harus diakui tak semua peserta yang pulang rehabilitasi berhasil memenuhi komitmennya. Karena ternyata sebagian menggunakan narkoba lagi. Namun, mereka yang berhasil mempertahankan hidup tanpa narkoba telah memulai hidup baru. Ada yang melanjutkan sekolah, menjadi pegawai, tapi lebih banyak yang menjadi wiraswasta. Sebagian bahkan telah menikah dan punya anak.

Akibat penggunaan narkoba suntikan, sebagian mereka tertular HIV. Untuk itu mereka telah mendapat obat ARV. Hasilnya, kekebalan tubuh (CD4) naik, bahkan jumlah virus HIV dalam darah banyak yang sudah tak terdeteksi. Saya masih berhubungan dengan mereka.

Pertanyaan yang sering saya terima adalah apakah sekarang sudah ada obat hepatitis murah. Mereka khawatir hepatitis B kronik atau hepatitis C kronik jika tak mendapat pengobatan nanti setelah sepuluh tahun akan menimbulkan masalah hati yang serius seperti sirosis hati atau kanker hati.

Sekarang ini mereka hanya minum obat herbal untuk mengatasi radang hati. Saya mengetahui ada obat antiviral untuk hepatitis B kronik maupun hepatitis C di Indonesia, tapi harganya mahal sekali karena merupakan obat paten. Apalagi obat interferon untuk hepatitis C setiap suntik membutuhkan biaya dua setengah juta rupiah, padahal suntikan harus dilakukan setiap minggu sampai 48 kali. Sangat memberatkan.

Jika pemerintah sudah berupaya membantu penderita HIV, kapan pemerintah juga akan membantu penderita hepatitis B dan C. Bagaimana pengalaman negara lain yang mempunyai masalah serupa seperti, misalnya, Thailand. Apakah mereka punya obat antiviral untuk hepatitis yang murah?

M di S

Jawaban

Kebetulan belum lama ini saya baru berkunjung ke Bangkok dan sempat menanyakan masalah ini kepada teman-teman di sana. Tampaknya ada beberapa hal yang dapat kita contoh. Pengguna obat ARV di Thailand sekarang ini sekitar 150.000 orang, jadi cukup banyak. Hampir semua mendapat bantuan pembiayaan dari pemerintah.

Namun, perusahaan GPO (perusahaan farmasi milik Pemerintah Thailand) yang memproduksi obat ARV sekarang memproduksi obat ARV untuk program pemerintah maupun untuk masyarakat. Obat ARV untuk masyarakat dapat dibeli oleh Odha yang tak ingin ikut program pemerintah. Mereka dapat membeli dengan harga relatif murah di apotek atau rumah sakit.

Jumlah yang membiayai diri sendiri belum banyak, sekitar 10 persen dari jumlah yang menggunakan ARV secara keseluruhan. Namun, tampaknya proporsinya akan semakin meningkat. Masyarakat dapat memilih ikut program pemerintah atau membiayai diri sendiri.

Keadaannya hampir sama dengan obat tuberculosis di Indonesia. Boleh ikut program pemerintah yang menyediakan obat TBC cuma-cuma atau membeli obat TBC di apotek atau rumah sakit. Dengan demikian, beban pemerintah dapat diringankan. Penjualan kepada masyarakat dapat dilakukan karena obat ARV (lini I) semuanya sudah habis patennya atau tidak didaftarkan di jawatan paten Thailand.

GPO juga memproduksi obat antiviral untuk hepatitis B kronik yaitu lamivudin (nama dagangnya Lahep). Sebenarnya obat lamivudin telah lama digunakan sebagai salah satu obat ARV lini I, yaitu lamivudin 300 mg.

Sedangkan untuk pengobatan hepatitis B hanya diperlukan dosis 100 mg. Dengan demikian, produksi Lahep ini tidaklah memerlukan persiapan panjang sehingga sekarang obat ini sudah ada, baik untuk program pemerintah maupun dijual untuk masyarakat. Obat ini dapat digunakan oleh mereka yang menderita hepatitis B, baik yang koinfeksi dengan HIV ataupun mereka yang hanya monoinfeksi hepatitis B. Harganya amat murah, sekitar 10 persen dari obat paten.

GPO juga memproduksi obat Tenofovir yang juga bermanfaat untuk hepatitis B kronik. Obat ini, seperti juga Lahep, diproduksi untuk program pemerintah maupun dijual kepada masyarakat. Harganya juga amat murah. Dengan demikian, penderita hepatitis B kronik—baik berkaitan dengan HIV maupun tidak— dapat memanfaatkan obat antiviral ini.

Namun, jangan lupa, tidak semua penderita hepatitis B memerlukan obat antiviral. Mereka yang perlu diberikan obat antiviral adalah yang menderita hepatitis B kronik. Karena itu, perlu berkonsultasi dengan dokter untuk menetapkan apakah perlu obat antiviral ini atau tidak.

Hepatitis C

Bagaimana dengan hepatitis C ? Obat hepatitis C yang sekarang ini dianggap bermanfaat adalah suntikan interferon dengan kombinasi ribavirin. GPO telah memproduksi ribavirin, sedangkan untuk produksi interferon diperlukan investasi yang cukup besar.

Penderita hepatitis C yang memerlukan interferon di Indonesia sebenarnya jauh lebih banyak di Indonesia daripada Thailand. Karena itu mungkin perlu dipertimbangkan produksi bersama dengan Thailand ini. Mudah-mudahan PT Kimia Farma yang telah bersedia memproduksi obat antiretroviral untuk HIV juga tertarik untuk memproduksi Lamivudin dan Tenofovir untuk hepatitis B serta mau bekerja sama dengan Thailand untuk memproduksi interferon.

WHO telah menyatakan bahwa hepatitis merupakan penyakit infeksi yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh. Untuk itu, diperlukan upaya pencegahan dengan gaya hidup sehat. Untuk hepatitis A dan B tersedia vaksin. Namun, vaksin hepatitis C masih dalam penelitian. Nah, untuk obat antiviral hepatitis B dan hepatitis C terbuka peluang untuk memproduksinya di Indonesia.

Tampaknya teman-teman yang memerlukan obat antiviral untuk hepatitis yang murah perlu sedikit bersabar menunggu obat tersebut dapat diproduksi di Indonesia. Mudah-mudahan kita tidak akan menunggu terlalu lama. Kita telah berhasil memproduksi obat ARV untuk HIV, tentu kita juga dapat memproduksi obat antiviral untuk hepatitis.

Dr.Samsuridjal Djauzi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com