Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilih Olahraga Sesuai Usia dan Kondisi Fisik

Kompas.com - 07/02/2011, 03:42 WIB

M Zaid Wahyudi

Meninggalnya politisi Partai Demokrat, Adjie Massaid (43), Sabtu (5/2), akibat serangan jantung usai bermain sepak bola mengagetkan banyak orang. Olahraga yang seharusnya menyehatkan ternyata justru membawa petaka. Lalu, apa sebenarnya yang memicu kematian mendadak itu?

Kasus serupa juga dialami seniman legendaris Betawi, Benyamin Suaeb (56), pada tahun 1995 dan pelawak Basuki (51) pada 2007. Mereka juga meninggal akibat serangan jantung beberapa jam setelah bermain sepak bola atau futsal.

Ketua Tim Klinik Olahraga (Sport Clinic) Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Achmad Sjarwani, saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu, menyatakan, masalahnya bukan pada olahraga yang dilakukan. Dari sejumlah kasus kematian mendadak usai berolahraga, termasuk beberapa atlet, kondisi itu terjadi pada mereka yang tidak rutin berolahraga, perubahan jenis olahraga dari olahraga yang menjadi kebiasaannya, beban olahraga yang terlalu berat dibanding usia, dan berat badan.

”Tidak ada jaminan bagi mereka yang aktif berolahraga, termasuk para atlet, akan terbebas dari semua penyakit,” katanya. Demikian pula tubuh yang terlihat bugar dan langsing.

Menurut Sjarwani, saat berumur 20-30 tahun, seseorang masih bisa berolahraga apa pun karena tubuhnya masih lentur dan belum muncul tanda-tanda penyakit degeneratif. ”Saat usia menginjak 35 tahun, orang harus mulai waspada,” katanya.

Serangan jantung

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita yang juga dosen Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular (KKV), Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), Hananto Andriantoro, memaparkan, serangan jantung mendadak yang menyebabkan kematian terjadi akibat penyempitan pembuluh darah koroner yang membuat jantung tak berfungsi. Penyempitan itu terjadi karena adanya plak, yaitu timbunan lemak di dinding pembuluh darah.

Saat berolahraga, tubuh seseorang kekurangan cairan. Akibatnya, darah dalam tubuh mengental. Kentalnya darah memicu terjadi penggumpalan darah. ”Kalau pembuluh koroner seseorang baik, pengentalan darah tidak masalah,” katanya.

Ketika berolahraga atau dalam kondisi stres, tekanan darah, denyut jantung, dan aliran darah di koroner juga akan meningkat. Meningkatnya kecepatan aliran darah itu memicu terjadinya gaya gesek yang mengiris dinding pembuluh darah. Akibatnya, plak lunak dalam pembuluh koroner pecah. Pecahnya plak memicu keluarnya lemak yang mendorong semakin mudahnya penggumpalan darah yang akan menyumbat aliran darah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com