Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Tes Alergi Tak Direkomendasikan

Kompas.com - 28/02/2011, 12:05 WIB

Sampai saat ini, organisasi alergi Internasional seperti ASCIA (The Australasian Society of Clinical Immunology and Allergy) , WAO (World allergy Organization) American Academy of Allergy Asthma and Immunology) atau AAAI (American Academy of Allergy Asthma and Immunology) tidak merekomendasikan penggunaan alat diagnosis alternatif ini.

Beberapa organisasi profesi alergi dunia seperti tidak merekomendasikan penggunaan alat tersebut karena tidak terbukti secara ilmiah. Yang menjadi perhatian, oraganisasi profesi tersebut bukan hanya karena masalah mahalnya harga alat diagnostik tersebut, tetapi ternyata juga sering menyesatkan penderita alergi yang justru sering memperberat permasalahan alergi yang ada.

Pertanyaan bagi praktisi klinis

Meskipun terapi dan diagnosis alergi “unproven” tak terbukti secara klinis dan ilmiah, tetapi kenyataannya sehari-hari masih sering digunakan oleh para dokter dan klinisi lainnya. Karena tidak terbukti secara ilmiah dan tidak direlomendasikan, maka penggunanya tidak ada dari kelompok praktisi yang kompeten di bidang alergi imunologi.

Di Indonesia, saat ini praktisi klinis atau dokter yang menggunakannya sampai saat ini bukanlah dokter ahli alergi imunologi melainkan dokter umum, pakar Autis, dokter penyakit dalam, dokter THT dan dokter ahli lain. Bahkan, saat ini terdapat kecenderungan menjadi prosedur baku untuk penanganan penderita autisme dengan mengirimkan sampel darah yang harus dikirim ke Amerika.

Mengingat investasi alat tersebut tidak sedikit, maka promosi jasa layanan medis tersebut bukan hanya dari mulut ke mulut, tetapi sudah langsung disampaikan lewat media masa elektronik atau cetak. Bila hal ini terjadi, maka pemahaman tentang penanganan alergi akan jadi lebih menyesatkan baik bagi para klinisi maupun masyarakat awam.

Bagi klinisi atau yang berkecimpung di bidang terapi alternatif mungkin melakukan berdasarkan pengalaman klinis segelintir kasus dan sebagian dokter yang pernah berhasil. Tetapi mereka tidak melihat bahwa yang tidak berhasil juga sangat banyak. Sehingga secara ilmiah hal ini harus dilihat dalam kejadian ilmiah berbasis bukti berupa penelitian atau uji klinis.

Hingga saat ini penelitian ilmiah tidak ada yang pernah membuktikan bahwa diagnosis dan terapi alternatif tersebut tidak terbukti. Hal ini terjadi karena metodologi alat ukur tersebut tidak berkaitan dengan kaidah ilmiah baik secara biomolekular ataupun secara biofisika. Bila para klinisi atau para dokter saling berkontroversi, maka masyarakat awam sebagai penerima jasa berada dalam posisi yang membingungkan. Sedangkan secara legal di Indonesia saat ini belum ada regulasi yang mengatur hal ini.

Akibatnya, banyak pertanyaan dan tuntutan dari beberapa pihak kepada para praktisi pengguna terapi alternatif dan diagnosis "unproven" tersebut. Bagaimana secara ilmiah dan rasional alat diagnosis tersebut bekerja ?

Secara ilmiah, pemeriksaan tersebut sensitivitas dan spesivitasnya masih belum terbiukti secara ilmiah. Kalaupun ada penelitiannya masih sebatas laporan serial kasus. Hal ini dapat dilihat tidak ada dalam jurnal kedokteran internasional yang kredibel seperti pubmed yang melaporkan manfaat berbagai alat diagnosis tersebut.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com