Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Regulasi Rokok, ke Mana SBY Berpihak?

Kompas.com - 21/03/2011, 19:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Rancangan peraturan pemerintah tentang rokok yang isinya dengan tegas mencantumkan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor produk mengandung tembakau belum juga disahkan. Padahal, korban rokok sudah berjatuhan dan banyak diderita kaum marjinal.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat, berdasarkan hasil survei pada tahun 2007, sebanyak 1.127 orang meninggal setiap hari akibat rokok. Indonesia tercatat menempati peringkat ketiga dunia setelah China dan India sebagai negara dengan penduduk paling banyak mengonsumsi rokok.

"Dari 80 juta perokok aktif di Indonesia, 75 persen adalah orang miskin. Rokok menduduki skala prioritas kedua setelah beras," ujar Sudaryatmo, Pengurus Harian YLKI, kepada Kompas.com di kantornya, Senin (21/3/2011).

YLKI menilai, pemerintah dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan kunci dari segudang permasalahan yang disebabkan oleh rokok. Namun, Sudaryatmo menambahkan, bicara soal regulasi tembakau, ada dua kubu yang saling berhadapan, yakni kubu ekonomi dan kesehatan.

"Dalam konteks internasional di banyak negara, ini sudah dimenangkan kubu kesehatan. Namun dalam konteksnya di Indonesia, karena secara ekonomi rokok memberikan kontribusi, situasi ini membuat tarik-menarik antara kubu kesehatan dan kubu ekonomi," ungkapnya. 

Sudaryatmo menilai Presiden lebih pro-ekonomi dibandingkan kesehatan. Hal ini menurutnya terlihat saat Presiden turut meresmikan pabrik rokok di Pacitan. "Kuncinya ada di SBY, apa dia bisa keluar dari kungkungan penjara ekonomi atau dia lebih berpikir bahaya masa depan bagi generasi yang akan datang," tutupnya.

Diketahui, sampai saat ini pemerintah dan DPR telah merampungkan pembahasan rancangan peraturan pemerintah tentang tembakau. Perundang-undangan itu telah memasuki tahap finalisasi dan sudah sampai pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk segera disahkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com