Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Malpraktik Sulit Cari Keadilan

Kompas.com - 19/04/2011, 08:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Korban malpraktik di Indonesia kerap sulit mencari keadilan. Sistem hukum yang ada saat ini belum berpihak kepada pasien.  Reformasi di bidang kesehatan yang mencakup berbagai substansi, termasuk masalah malpraktik, sangat diperlukan untuk mencegah terus bertambahnya korban.

“Kami berharap adanya reformasi kesehatan yang mencakup berbagai substansi, khususnya korban malpraktik. Korban malpraktik semakin marak. Kalau dihitung per tahun, dari Jakarta saja cenderung mengalami peningkatan. Belum lagi yang di daerah,” kata pengurus LBH Jakarta Maruli Tua Rajaguguk, Senin, (18/4/2011).

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengungkapkan, laporan kasus malpraktik dan tidak diperolehnya hak atas kesehatan cenderung meningkat. Pada 2009, LBH Jakarta mencatat setidaknya ada 7 laporan pengaduan dari masyarakat. Pada 2010, jumlahnya mengalami kenaikan menjadi 10 pengaduan.

Maruli menilai, undang-undang yang mengatur masalah kesehatan maupun rumah sakit saat ini tidak memihak pasien karena menempatkan beban pembuktian pada korban. Dalam hal ini, pasienlah yang harus membuktikan terjadinya malpraktik.

Permasalahan lainnya adalah terjadi gap (jarak) pengetahuan maupun informasi antara korban dan dokter. Menurut Maruli, bila ini disejajarkan dengan lazimnya hukum pembuktian yang diatur dalam perdata dan pidana, tentu tidak akan ketemu. Bahkan cenderung si pasien akan kalah, karena semua bukti dipegang oleh dokter.

"Jadi kami pikir tidak cocok sistem hukum dalam hal ini malpraktik diterapkan lazimnya seperti pidana dan perdata. Seharusnya dibalik, seyogyanya seperti korupsi," jelasnya.

Dalam pengamatan LBH Jakarta, laporan masyarakat di kepolisian terkait malpraktik relatif menemui jalan buntu, bahkan banyak yang dihentikan.  Maruli menilai hal ini dikarenakan polisi selalu mendasarkan penyelidikannya pada pernyataan para ahli.

"Apa yang dikatakan ahli, itulah yang dicatat pihak kepolisan. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah  ahli yang memberikan keterangan obyektif apa tidak?" bebernya.

Di sisi lain, korban (pasien) yang meminta ahli seorang dokter terkait kasus malpraktik yang menimpanya, kebanyakan dokter enggan untuk memberikan kesaksian. "Ini ada semacam konspirasi di dunia kedokteran, untuk menutupi agar misalnya si dokter ini dilindungi dari kesalahnnya," pungkas Maruli.

Melihat kenyataan ini, tak heran rasanya jika banyak masyarakat lebih memilih untuk diam ketimbang harus melaporkan kejadian yang menimpa diri mereka akibat buruknya pelayanan kesehatan. Bahkan, tak jarang mereka (pasien) menganggap hal ini sebagai suatu takdir yang memang harus mereka terima.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com