Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DKI Tak Berniat Atasi Polusi Udara

Kompas.com - 20/04/2011, 15:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin, menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih belum menunjukkan niat untuk mengatasi polusi udara di Ibu Kota. Padahal, Jakarta termasuk kota yang memiliki polusi tertinggi di Asia Tenggara.

Polusi di Jakarta juga terjadi akibat begitu banyaknya kendaraan bermotor yang tidak ramah lingkungan. Sebanyak 30 persen total motor yang ada di Indonesia bahkan berada di Jakarta. Hal inilah yang berperan membuat Jakarta pada tahun 2008 hanya memiliki 81 hari memiliki udara bersih.

"Pemprov tidak ada action plan konkret sehingga tidak ada rencana tahunan, ujung-ujungnya tidak ada penganggaran hingga tidak ada penegakan hukum yang tegas," ucap Safrudin, Rabu (20/4/2011), di Ranuza Building, Jakarta.

Misalnya, lanjut Safrudin, program uji emisi bagi kendaraan umum yang tak jelas kelanjutannya. "Hanya kampanyenya saja yang kuat. Selanjutnya tidak jelas. Harusnya bus kota yang mengepul bisa langsung ditilang," ujar Safrudin.

Penilangan bukan berarti dikandangkan, tapi untuk perbaikan. "Paling memperbaiki selesai sejam dua jam, tapi ini tidak dilakukan. Law enforcement lemah. Inilah bukti Jakarta tidak serius mengatasi pencemaran udara," ucapnya.

Selain itu kebijakan penerapan Kawasan Dilarang Merokok (KDM) sangat lemah. Masih banyak warga yang melanggar, bahkan banyak pula dijumpai warga yang merokok di dalam kendaraan umum.

"Harusnya ini bisa ditindak denda Rp 50 juta tiap pelanggar, dengan demikian bisa membuat efek jera," katanya.

Dengan demikian, kualitas udara di Jakarta masih jauh dari ideal. Berdasarkan PP Nomor 41 Tahun 1999, terdapat satu indikator kualitas udara berdasarkan partikel debu maksimum 60 mikrogram per meter kubik. Sementara kondisi udara di Jakarta saat ini, mencapai 150 mikrogram per meter kubik.

"Standar WHO bahkan 20 mikrogram per meter kubik. Ini tandanya tujuh kali lipat dari kondisi yang ada di Jakarta. Sangat jauh dari bersih. Belum lagi indikator lain seperti sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan hydro karbon," tuturnya.

Menurut Safrudin, hydro karbon di Jakarta sangat tinggi. Hal ini bisa dilihat dari bau bahan bakar yang sangat pekat tercium apabila kita mengendarai motor. Karena itu, Safrudin meminta Pemprov DKI harus kembali melaksanakan apa yang diamanatkan dalam Perda Nomor 2 Tahun 2005 tentang penanganan pencemaran udara. Selain itu, juga perlu penanganan terkait sistem transportasi publik.

"Peremajaan transportasi dan penambahan armada menjadi salah satu cara untuk mengurangi kendaraan bermotor di sini," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com