Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tumbuh Lebih Tinggi dan Berkualitas

Kompas.com - 25/04/2011, 02:53 WIB

Tantangan pertama adalah mengenyahkan sumbatan. Di antara empat sumbatan yang disampaikan Wakil Presiden pada rapat kerja di Istana Bogor—yakni infrastruktur, peraturan yang tumpang tindih, korupsi, dan kapasitas birokrasi—yang pertama tak bisa ditunda-tunda lagi. Penekanannya harus pada infrastruktur pertanian dan pedesaan karena dua pertiga penduduk miskin ada di pedesaan/pesisir dan 72 persen dari mereka bekerja di sektor pertanian. Mengingat kepemilikan lahan kian sempit, maka untuk meningkatkan jam kerja petani, industrialisasi di pedesaan dengan teknologi tepat guna menjadi pilihan yang cukup realistis.

Kedua, industrialisasi menjadi ujung tombak perbaikan kualitas pertumbuhan. Jika hanya sektor jasa atau non-tradable yang senantiasa tumbuh di atas 8 persen, sedangkan sektor penghasil barang atau tradable tetap terseok-seok dengan pertumbuhan di bawah 4 persen, niscaya fondasi perekonomian kita tak akan kunjung kokoh menghadapi turbulensi perekonomian global serta tak akan mampu menebalkan kelompok kelas menengah yang solid.

Industrialisasi pun tak bisa sekadar bertumpu pada basis yang sempit seperti dewasa ini, yaitu hanya mengandalkan industri kendaraan bermotor dan elektronik. Industri makanan dan minuman harus diselamatkan dari ancaman barang-barang impor, mengingat industri ini menyumbang hampir sepertiga dari penciptaan nilai tambah industri nasional dan sangat menjadi tumpuan banyak pelaku usaha dari segala ukuran.

Yang tak kalah penting adalah memajukan industri yang berbasis sumber daya alam yang selama lima tahun terakhir banyak mengalami kemunduran. Industri-industri inilah yang seharusnya menjadi tumpuan masa depan kita. Untuk itu, kebijakan industrial harus ditata ulang. Yang jelas-jelas menyesatkan harus dienyahkan, semisal kebijakan bea keluar untuk produk-produk sawit.

Bagaimana mungkin keluar suatu kebijakan yang justru ”menghukum” pengembangan hilirisasi sawit sebagaimana terlihat dari struktur tarif bea keluar yang flat. Memang tarif untuk tandan buah segar tinggi, yaitu 40 persen. Namun, bukankah ini pembodohan, mengingat tak ada ekspor tandan buah segar ini. Sementara itu, produk-produk turunannya praktis dikenai tarif merata antara 20-25 persen. Dengan struktur tarif bea keluar seperti itu, sama saja pemerintah ”melarang” pengembangan industri hilir sawit.

Terakhir, sinergikan kekuatan kita yang masih terselubung. Sangat memalukan jika seluruh BUMN dengan aset lebih dari Rp 2.000 triliun hanya mencetak laba kotor Rp 88 triliun tahun 2009. Bandingkan dengan satu BUMN Malaysia, Petronas, yang punya aset Rp 1.096 triliun, tetapi membukukan laba kotor Rp 148 triliun. Satu setengah kali lipat dari laba seluruh BUMN kita.

Sudah teramat kerap rapat kerja besar-besaran digelar oleh pemerintah. Jangan lagi terlalu kerap ubah-ubah rencana dan target serta hadirkan berbagai cetak biru dan sejenisnya serta tim ad hoc. Laksanakan apa yang sudah ada secara konsisten. Niscaya hasilnya akan lebih baik ketimbang melakukan bongkar-pasang tetapi sebatas gagasan yang tak membumi.

Faisal Basri Pengamat Ekonomi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com