Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lingkar Pinggang Prediksi Kematian

Kompas.com - 03/05/2011, 10:03 WIB

KOMPAS.com — Kegemukan atau obesitas sejak lama telah dikenal sebagai salah satu faktor risiko penyakit jantung. Para dokter kerap memperhitungkan obesitas dalam menilai risiko seseorang mengidap penyakit jantung.

Obesitas di antaranya dapat diketahui dengan melakukan pengukuran body mass index (BMI). Ini adalah pengukuran sederhana dengan cara membagi nilai berat badan dengan ukuran tinggi badan yang dipangkatkan. Semakin besar skor BMI seseorang, semakin besar kemungkinannya masuk dalam kategori obesitas.

Sejumlah penelitian mengindikasikan, tingginya skor BMI berkaitan dengan risiko lebih rendah untuk meninggal akibat sakit jantung atau akibat penyakit kronis. Ini merupakan fenomena misterius yang dikenal dengan istilah "paradoks obesitas"

Menurut analisis para ahli yang dimuat di Journal of the American College of Cardiology, paradoks ini tampaknya dapat dijelaskan dengan fakta sederhana bahwa BMI tidaklah cukup akurat untuk mengukur risiko yang berkaitan dengan penyakit jantung. Ukuran lingkar pinggang, kata para ahli, justru dapat memberi petunjuk yang lebih akurat dalam memprediksi risiko kematian pasien jantung akibat serangan di usia muda ataupun akibat lainnya.

Dalam sebuah penelitian para ahli di Mayo Clinic Rochester, Minnesota AS, pasien penyakit jantung dengan ukuran lingkar pinggang lebih besar dari 35 inci pada wanita atau 40 inci pada pria memiliki risiko 70 persen meninggal lebih cepat ketimbang mereka yang berlingkar pinggang lebih kecil. Ukuran lingkar pinggang yang besar dikombinasikan dengan tingginya skor BMI bahkan membuat risiko kematian jauh lebih besar.

"Hal paling penting dibandingkan yang lain kemungkinannya adalah distribusi lemak," kata peneliti Francisco Lopez-Jimenez, MD, peneliti yang juga ahli jantung di Mayo Clinic Rochester.

"Penelitian terbaru ini menunjukkan bukti lain bahwa BMI punya banyak keterbatasan dalam menilai risiko penyakit jantung," kata Jean-Pierre Després, PhD,  Direktur Riset di Quebec Heart and Lung Institute, Laval University, Quebec City.

"Jika Anda mengukur BMI, maka Anda tidak akan menilai bentuk tubuh, Anda tidak melihat distribusi lemak,"  kata Després, yang menulis sebuah editorial dan menyertai laporan riset ini.

"Saya tidak mengatakan bahwa BMI tak berguna. Hanya, kita perlu yang lebih dari itu. BMI adalah total kolesterol dalam lemak. Kita tahu bahwa ada kolesterol yang baik dan kolesterol buruk, ada lemak jahat dan lemak baik."

Selain itu, lanjut Despres, BMI juga tidak dapat membedakan antara lemak dan otot. "Pasien jantung yang menjalani gaya hidup kurang aktif mungkin mencatat BMI yang rendah karena mereka kehilangan massa otot," paparnya. Adapun pasien jantung yang memiliki gaya hidup aktif mungkin akan mengalami penambahan berat dan peningkatan BMI karena mereka menambah otot tak berlemak.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com