Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Teken FCTC, Kepentingan Indonesia Tak Bisa Diperjuangkan

Kompas.com - 21/05/2011, 04:03 WIB

Jakarta, Kompas - Penolakan Indonesia menandatangani Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) membuat Indonesia terkucil. Indonesia tak bisa menyuarakan kepentingan petani maupun industri tembakau dalam negeri di kancah global.

”Dengan menandatangani FCTC, Indonesia berhak protes jika persoalan yang dibahas dalam sidang FCTC bertentangan dengan kepentingannya,” kata Hakim Sorimuda Pohan dari Jaringan Kerja Pengendalian Masalah Tembakau Indonesia (Indonesian Tobacco Control Network) dalam diskusi ”Indonesia Belum Meratifikasi FCTC, Mengapa?”, Kamis (19/5) di Jakarta.

Sebanyak 172 negara telah menandatangani FCTC. Di antara negara berpenduduk dan penghasil tembakau terbesar, hanya Indonesia yang belum menandatangani. Negara lain yang belum menandatangani, antara lain Andora, Eritrea, Monako, Somalia, Turkmenistan, Zimbabwe.

Indonesia bisa menyusul menandatangani FCTC melalui aksesi. Cara ini lebih sulit karena Indonesia harus menunjukkan komitmen kuat mengendalikan tembakau melalui aturan perundang-undangan.

Saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan belum disahkan. Aturan yang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ini harusnya sudah diundangkan pada Oktober 2010.

Peneliti Lembaga Demografi, Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, menyatakan, kelambatan penyusunan RPP karena kuatnya tekanan industri rokok dan ketakutan pembatasan rokok akan merugikan petani, industri rokok, dan pemasukan negara.

Belajar dari Thailand, pembatasan peredaran rokok dengan menaikkan cukai tidak membuat konsumsi rokok, jumlah perokok, dan pendapatan industri rokok turun. Pendapatan negara dari cukai rokok justru naik.

Ahsan membantah jika penundaan RPP menguntungkan petani tembakau. Selama ini jumlah petani, luas lahan, dan produksi tembakau terus menurun. Tahun 2001 jumlah petani tembakau 913.208 orang dengan lahan 262.000 hektar dan produksi 199.000 ton. Tahun 2007 jumlah petani tinggal 582.063 orang, luas lahan 215.000 hektar, dan produksi hanya 165.000 ton. ”Di sisi lain, para pemilik industri rokok terus masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia,” katanya.

Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Farid A Moeloek menambahkan, percuma pertumbuhan ekonomi baik jika derajat kesehatan warga rendah. (MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com