Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta Kota "Metropolutan"

Kompas.com - 04/07/2011, 03:13 WIB

Sutta Dharmasaputra

Pagi itu, kemacetan di Jalan Sisingamangaraja terjadi. Sepeda motor, mobil pribadi, taksi, ataupun bus berderet, berimpitan. Asap knalpot tercium menyesakkan. Alarm pun menyala, mengeluarkan suara keras,”tuit-tuit-tuit-tuit….”

Saat itu, Kompas memasang alat monitor gas, AppTek Odalog Type 7.000, di sepeda motor. Alat ini sengaja disewa untuk mengetahui seberapa besar potensi pengendara di Jakarta terpapar karbon monoksida (CO) saat melintas di jalan-jalan yang macet. Pengendara di depan, di belakang, ataupun di samping langsung menoleh ke alat yang menyala dan berbunyi keras itu.

CO adalah salah satu polutan berbahaya yang dikeluarkan dari knalpot kendaraan bermotor berbahan bakar bensin akibat pembakaran yang tidak sempurna. Sedemikian berbahayanya gas ini sehingga jika terhirup dalam dosis dan jangka waktu tertentu bisa menyebabkan kematian. Banyak kasus orang meninggal dunia di dalam mobil karena tanpa sadar menghirup gas ini melebihi ambang batas dalam waktu lama.

Sementara itu, banyak warga Jakarta dan sekitarnya menghirup udara berpolusi itu berjam-jam selama bertahun-tahun saat berkendara pergi atau pulang kerja.

Dalam pengukuran polusi ini, Kompas didampingi oleh Staf Penguji Laboratorium Kesehatan Lingkungan Universitas Indonesia, SSi Haryo Kuntoro Adi Msi, dengan mengunakan alat yang penyediaannya dibantu oleh Kepala Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Budi Haryanto Phd, MSc, MSPH.

Saat di Jalan Sisingamangaraja, Senin (20/6) pagi itu, alarm berbunyi karena Kompas terpapar CO dalam kadar sangat tinggi, 284 ppm (parts per million). Alarm ini memang diset berbunyi setiap mendeteksi kadar CO di atas 225 ppm.

”Ini sangat berbahaya. Dalam hitungan menit kalau terhirup bisa pingsan,” ujar Budi.

Dari hasil pengukuran, kadar CO rata-rata dalam 1 jam perjalanan—mulai dari Terminal Lebak Bulus (pukul 08.11) melewati Sisingamangaraja hingga ke Bundaran Hotel Indonesia (pukul 09.13)—juga mencapai 28 ppm. Angka ini melebihi ambang batas dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001, yaitu 23 ppm/jam.

Saat berkendara pada siang dan sore hari di titik-titik kemacetan di Jakarta pun kadar CO yang terpapar tercatat tidak jauh beda (lihat tabel).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com