Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Harus Segera Teken FCTC

Kompas.com - 13/07/2011, 17:36 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Kepedulian pemerintah terhadap bahaya rokok sudah dilakukan salah satunya dengan penerapan peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok. Namun hal tersebut tampaknya masih kurang. Perlu adanya upaya lebih besar dari sekedar penerapan kawasan bebas rokok, yakni dengan ikut menandatangani ratifikasi Framework Convention for Tobacco Control (FCTC) atau konvensi internasional pengendalian tembakau.

Hal tersebut disampaikan dr. Aulia Sani, SpJP (K) saat peresmian Klinik Stop Merokok di Sahid Sahirman Memorial Hospital (SSHM) Jakarta, Rabu, (13/7/2011). Menurutnya, Indonesia sudah seharusnya ikut menandatangani FCTC, mengingat permasalahan yang ditimbulkan akibat rokok saat ini sudah semakin serius.

“Bagaimana bangsa ini mau maju kalau sebagian besar masyarakatnya masih banyak yang merokok,” ujarnya.

Aulia juga mengatakan, suatu kekeliruan besar jika rokok dianggap sebagai penyumbang penghasilan terbesar negara. Pasalnya, hanya 50-60 persen saja produk tembakau dalam negeri yang digunakan, dan selebihnya merupakan produk impor dari Amerika Serikat. Sehingga, juga tidak benar kalau keberadaan rokok membuat para petani tembakau diuntungkan.

“Sebetulnya mereka dibodohi. Yang untung sebenarnya bukan petani tembakau. Tetapi perusahaan rokok. Uang yang didapat dari hasil rokok jangan dipikir masuk ke Indonesia. Uang itu lari ke negeri Amerika Serikat,” jelasnya.

Perlu diketahui, berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia saat ini menempati peringkat ketiga di Asia sebagai negara yang jumlah perokoknya paling banyak setelah China dan India.

Aulia berharap, Indonesia segera menandatangani FCTC menginggat negara Asia lainnya seperti China, Jepang dan Thailand sudah lebih dulu ikut bergabung.  

"Thailand berani melawan dan China juga. Kenapa Indonesia tidak berani melawan? Mungkin karena dianggap rokok sebagai penghasil devisa yang besar," tegasnya.

Lebih lanjut Aulia memaparkan, bahwa saat ini pabrik-pabrik rokok sedang mengarah atau mengincar para perempuan sebagai target sasaran. Karena produsen rokok menganggap bahwa generasi muda sudah dapat mereka kuasai.

“Target mereka sekarang wanita muda. Seperti dimunculkanlah bintang film wanita cantik yang merokok. Sehingga merokok dianggap sebagai gaya hidup. Padahal, sebentar lagi mereka keriput semua, karena pembuluh darah kulitnya terganggu,” pungkasnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com