Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Cukup Perlakuan Setara untuk Ibu Bekerja

Kompas.com - 24/10/2011, 15:49 WIB

KOMPAS.com - Isu kesetaraan dalam dunia kerja masih saja menempatkan perempuan pada posisi nomor dua. Meski semakin banyak perempuan, termasuk kaum ibu, yang berkesempatan bekerja, bukan berarti kesetaraan telah terjadi. Kesempatan memang sudah terbuka untuk perempuan dalam mengembangkan dirinya, namun kesetaraan belum akan terwujud tanpa adanya perlakuan adil.

Takkan setara jika tak adil
Jyoti Tuladhar, PhD, International Consultant Gender Issues & Social Development mengatakan meski perempuan bekerja keras untuk berdiri sejajar dengan pria (terutama dalam konteks pekerjaan dan karier) tetapi jika perempuan diperlakukan tidak adil, kesetaraan takkan pernah terjadi.

"Kesetaraan artinya kesempatan setara, pelakuan setara, nilai setara antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dan laki-laki harus punya akses yang sama untuk pekerjaan, pendidikan, makanan dan lainnya. Namun jika hak yang sama ini diberikan dengan cara berbeda, tidak menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan, artinya tidak ada keadilan antara perempuan dan laki-laki. Kebutuhan perempuan dan laki-laki berbeda, tubuh dan fisik mereka yang membuat kebutuhannya berbeda," jelas Jyoti dalam Pelatihan Media bertema Memperkuat Pelaporan Media mengenai Gender dan Ketenagakerjaan, diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Perempuan yang telah menggeluti isu jender sejak 30 tahun silam ini menyontohkan, di Nepal (negara asalnya), pernah ada kebijakan perempuan bekerja berhak mendapatkan cuti menstruasi selama tiga hari. Namun, laki-laki bekerja protes, kalau perempuan mendapatkan cuti saat sakit karena menstruasi, maka laki-laki juga bisa mengajukan cuti saat sakit kepala misalnya. Akhirnya kebijakan ini pun ditiadakan.

Contoh lainnya, ibu bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan. Berkembang kemudian, ayah bekerja juga berhak mendapatkan cuti untuk mendampingi istri yang melahirkan. Hak ini didapatkan, namun menurut survei kecil yang diadakan ILO, ketika laki-laki diberikan hak cuti ini, justru waktu cuti digunakan bukan untuk membantu mengasuh anak melainkan dipakai untuk liburan.

Dua contoh tadi menunjukkan, perempuan dan laki-laki mendapatkan hak yang sama. Namun karena hak diberikan tidak menyesuaikan kebutuhan, tidak adil, dan kesetaraan pun tak terjadi. Laki-laki dan perempuan merasa tak diperlakukan adil. Padahal, perempuan dan laki-laki bekerja bisa setara, nyaman bekerja di perusahaan, jika peraturan dibuat menyesuaikan kebutuhan mereka yang berbeda satu dengan lainnya.

Misalnya, jika sulit bagi perusahaan memberikan izin 1-2 hari untuk cuti menstruasi untuk perempuan, maka sediakan ruang khusus untuk perempuan beristirahat tanpa perlu meninggalkan kantor dan pekerjaan, lantaran merasa sakit akibat menstruasi bulanan yang datang secara alami. Inilah bentuk keadilan yang sebenarnya, yang mengacu pada kesetaraan seutuhnya.

Bedanya menjadi perempuan
Kesetaraan bukan hanya memberikan kesempatan yang sama untuk perempuan berpotensi dalam berkarier, setara seperti laki-laki. Kesetaraan untuk perempuan bekerja terjadi ketika ada keadilan di dalamnya. Bahwa perempuan juga berhak mendapatkan perlakuan yang adil di tempat kerja.

Keadilan terjadi dengan melihat bahwa ada kebutuhan berbeda yang dimiliki perempuan, karena kondisi fisik yang berbeda dengan laki-laki. Perempuan memiliki fungsi reproduksi, mengalami menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui, yang tak didapatkan pada laki-laki. Namun laki-laki pun memiliki kebutuhan lainnya, yang berbeda, tidak terkait fungsi reproduksi.

Semestinya ibu bekerja juga mendapatkan haknya untuk diperlakukan adil dan setara. Contoh sederhananya, di kantor, ibu bekerja bisa tetap nyaman memerah ASI karena tersedianya ruangan menyusui. Atau orangtua muda yang bekerja, perempuan dan laki-laki, lebih nyaman, konsentrasi dan akhirnya produktif bekerja,  jika tak kesulitan mencarikan pengasuh bayi, karena tersedia fasilitas penitipan anak di kantor misalnya.

Seperti dikatakan Jyoti dalam sesi pelatihan, bicara jender bukan hanya menyoal tentang perempuan, tetapi juga laki-laki. Jika perempuan bisa menikmati kesetaraan dan keadilan jender di kantor, maka laki-laki pun bisa.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com