Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengompol yang Meresahkan

Kompas.com - 01/11/2011, 06:50 WIB

Lusiana Indriasari

Anda bersin atau batuk disertai kencing di celana? Atau, dalam sehari bolak-balik ke kamar mandi untuk buang air kecil sehingga tidur malam pun terganggu? Bisa jadi, Anda mengalami gangguan berkemih.

Gangguan berkemih bermacam-macam. Ada gangguan berkemih karena sumbatan sehingga kencing susah keluar atau gangguan berkemih yang membuat penderita keseringan kencing, bahkan sampai mengompol (inkontinensia).

Meskipun tak mematikan, gangguan berkemih menurunkan kualitas hidup penderitanya, terutama pada kasus mengompol dan berulang kali kencing (overactive bladder). Beban psikologis terberat biasanya menimpa kaum muda usia produktif. Bayangkan, apabila masih bekerja, bertemu klien, atau ada di ruang publik tiba-tiba keinginan kencing tak tertahan sehingga mengompol.

”Rasa tak nyaman akibat basah dan bau pesing dapat menggoyahkan rasa percaya diri penderitanya,” kata Nur Rasyid, dokter spesialis urologi yang juga staf pengajar pada Subbagian Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Nur Rasyid bersama sejumlah dokter spesialis urologi berbicara pada media edukasi Asri Urology Centre di Rumah Sakit Asri, Jakarta.

Sering kencing dan mengompol disebabkan banyak hal, antara lain gangguan pada kandung kemih, ukuran kandung kemih terlalu kecil, otot dasar panggul kendur, sumbatan pada saluran kencing, atau tekanan pada kandung kemih akibat obesitas.

Gangguan saraf juga menyebabkan gangguan berkemih karena saraf inilah yang mengatur kemampuan manusia untuk berkemih. Pada pasien stroke, karena saraf rusak, kehilangan kendali mengontrol kencing.

Kandung kemih adalah kantong penampung air kencing atau urine. Ini seperti balon yang mengempis saat kosong dan menggelembung saat dipenuhi urine.

Urine dihasilkan dari sisa air pada makanan/minuman yang tak diserap tubuh. Dari tubuh, cairan disaring ginjal, lalu ke kandung kemih. Menurut Chaidir A Mochtar, dokter spesialis urologi RSCM, volume normal kandung kemih 300-400 mililiter. Pada kasus tertentu, misalnya infeksi, volume kandung kemih bisa mengecil hingga sisa 100-200 mililiter.

Pada saat berkemih atau kencing, kandung kemih memompa seluruh urine di dalamnya. Tekanan berkemih normal 20-40 cm air tergantung seberapa banyak urine di dalamnya. Apabila tekanan pada kandung kemih mencapai angka tadi, desakan untuk kencing tak bisa ditunda.

Namun, untuk orang dengan sumbatan, akibat gangguan prostat, misalnya, butuh tekanan di atas 50 cm agar urine keluar. ”Dalam kondisi ini biasanya kencing dengan mengejan,” kata Chaidir.

Mereka yang mengalami sumbatan saat berkemih jika tak segera ditangani berisiko merusak ginjal. Tekanan dalam kandung kemih ”kembali” ke ginjal karena urine tak keluar. Ujung-ujungnya ada gangguan ginjal.

Perempuan berisiko

Mengompol dan kencing berlebihan banyak menimpa perempuan. Harrina E Rahardjo, dokter spesialis pada Divisi Urologi FKUI, mengatakan, data International Inkontinensia Society menyebutkan, tahun 2008, 68 juta pria di dunia mengalami gangguan mengompol, sedangkan perempuan 250 juta. “Mereka memprediksi, tahun 2013 angkanya melonjak dua kali lipat karena kasus penyakit degeneratif, seperti stroke dan diabetes, meningkat,” kata dia.

Kenapa perempuan? Secara fisiologis proses berkemih pria dan wanita berbeda. Proses berkemih ditentukan kandung kencing, saluran di bawah kandung kencing, dan dasar panggul. Pada pria, proses kencing “ditahan” prostat dan otot polos. Pada perempuan, kemampuan menahan kemih hanya ditahan otot dasar panggul. Proses berkemih ini diatur saraf di otak. Sebab itu, pada pasien stroke yang sarafnya rusak akan mengalami gangguan berkemih berupa mengompol.

Kekurangan hormon estrogen juga memicu gangguan berkemih perempuan. Biasanya pada perempuan memasuki menopause. ”Estrogen berfungsi menjamin integritas anatomi dan saluran kelamin wanita. Begitu estrogennya turun, integritas jaringan-jaringan di saluran kemih berkurang. Karena itu, perempuan usia lanjut biasanya ’beser’ atau mudah ngompol,” kata Harrina.

Otot dasar panggul yang menahan berkemih pada perempuan juga bisa terganggu akibat melahirkan banyak anak. Rahim turun lalu menekan kandung kemih yang menyebabkan mengompol dan kencing berlebihan.

Pada beberapa kasus, baik pria maupun wanita mengalami gangguan pada kandung kemihnya. Kandung kemih yang berfungsi sebagai pompa bisa melemah saat memompa urine. Akibatnya, ketika berkemih, tak semua urine terbuang. Sisa inilah yang menyebabkan bolak-balik kencing.

Diagnosis

Untuk mendiagnosis gangguan berkemih secara tepat, butuh teknologi yang tepat pula. Teknologi mendiagnosis dengan uroflowmetri atau mengukur pancaran air seni butuh ketelitian dokter luar biasa dan pengertian pasien. ”Dokter bisa tertipu, mengira pancarannya normal karena saat berkemih pasien mengejan. Kebiasaan mengejan ini sudah bertahun-tahun sehingga susah dihilangkan,” kata Chaidir.

Teknologi paling tepat untuk mendiagnosis adalah urodinamik karena cara ini menghasilkan data obyektif. Pemeriksaan urodinamik dilakukan dengan memasukan selang ukuran 2 mm pada kandung kencing yang lalu dihubungkan ke komputer.

Selang lain dengan balon kecil yang bisa mengembang-mengempis dimasukkan ke dubur. Balon ini akan mendeteksi kalau pasien mengejan. ”Dengan urodinamika, kami mendapat gambaran jelas kondisi kandung kemih seperti apa,” kata Chaidir. Diagnosis tepat membantu dokter memutuskan, pasien cukup diobati atau harus dioperasi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau