Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Pria Malas Obati Problem Seksual

Kompas.com - 14/11/2011, 10:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Data menunjukkan, hampir 10 persen pria dewasa mengalami disfungsi seksual seperti impotensi atau pun ejakulasi dini. Kondisi ini semakin parah karena kesadaran kaum Adam untuk berobat justru masih sangat rendah.

Redahnya kesadaran pria untuk berobat juga terjadi di Indonesia. Hal itu setidaknya tercermin dari data yang dimiliki On Clinic Indonesia.

Menurut General Manager On Clinic Indonesia Fithrie Firdaus, berdasarkan data yang ada, sejauh baru ini pihaknya telah menangani sekitar 180.000 pasien dengan problem disfungsi seksual, baik disfungsi ereksi (impotensi) maupun ejakulasi dini. Angka tersebut, menurutnya masih jauh lebih kecil dibandingkan jumlah pria yang tidak mendapatkan pengobatan.

"Masih ada jutaan pasien dengan disfungsi seksual yang tidak mendapat pengobatan, apakah itu impotensi dan ejakulasi. Yang kita takutkan adalah, pasien-pasien ini berobat di pinggir-pinggir jalan atau tempat-tempat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis," katanya saat acara seminar Disfungsi Seksual Pria dan Wanita di Jakarta Sabtu, (13/12/2011).

Fithrie menjelaskan, secara umum ada beberapa alasan yang menyebabkan pria malas pergi berobat. Pertama, pasien-pasien dengan disfungsi seksual terutama di Indonesia menganggap kondisi ini bukan suatu yang prioritas.

"Karena tanpa berobat pun dia bisa jalan-jalan diluar seperti orang sehat. Karena yang tahu cuma dia dan pasangannya," katanya.

Kedua, karena si istri tidak pernah berani komplain. Fithrie menilai, istri orang Indonesia cenderung menerima keadaan (pasrah). Tetapi untuk generasi sekarang, para perempuan tidak lagi berpikir seperti itu. Pasalnya, kenikmatan seksual harus menjadi hak bersama.

"Sebuah penelitian di Inggris dan Amerika menunjukkan, sekitar 25 persen perceraian dan perselingkuhan umumnya terjadi karena hubungan seks tidak berjalan baik dan karena masalah disfungsi ereksi," tambahnya.

Di beberapa negara maju, lanjut Fithrie, persoalan disfungsi seksual sudah dianggap sebagai problem sosial, dan bukan lagi permasalahan individu saja. Oleh karena itu, segala macam kondisi terkait disfungsi seksual telah dicover oleh asuransi. Sedangkan di Indonesia, pemerintah masih menganggap bahwa persoalan disfungsi seksual sebagai masalah kosmetik.

"Paling baru-baru sekarang saja pemerintah membicarakan disfungsi seksual. Karena dulu dianggap tabu. Padahal sebenarnya ini masalah cukup besar," cetusnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com