Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan MITI Kembangkan Alat Pembasmi Kanker Otak

Kompas.com - 06/12/2011, 10:10 WIB

KOMPAS.com - Sekelompok ilmuwan CTech Laboratory, sebuah lembaga riset yang berafiliasi dengan Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), berhasil menemukan alat pembasmi kanker otak.

"Ini sebuah terobosan di dunia kedokteran yang telah berhasil dilakukan ilmuwan Indonesia," kata pimpinan tim peneliti CTech Laboratory, Dr Warsito P. Taruno, melalui email seperti dilansir Antara, Senin (5/12/2011).

Ia mencatat, "Ini pengembangan alat dari riset kami di bidang tomografi, setelah alat pembasmi kanker payudara, kami berhasil mendesain alat pembasmi kanker otak."

Warsito menyampaikan hal itu usai memberikan pemaparan dalam Temu Ilmiah Nasional Masyarakat Imuwan dan Teknolog Indonesia (Temilnas MITI) wilayah Sumatera Bagian Utara di Kampus Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selain itu, dia pun mengemukakan, temuan tersebut menggunakan prinsip yang sama pada alat pembasmi kanker payudara, yaitu menerapkan metode radiasi listrik statis, temuan itu, kata dia, telah diujicoba oleh seorang pasien penderita kanker otak kecil.

"Alhamdulillah, setelah pemakaian dua bulan pasien dinyatakan sembuh total. Saya baru mendapat salinan hasil CT-Scan otak pasien oleh tim dokter rumah sakit," kata Ketua Umum MITI itu.

Kesuksesan tim dari CTech yang didukung oleh perusahaan Edwar Technology ini dipaparkan dalam forum pertemuan yang dihadiri tidak kurang dari 1.500 peserta dari berbagai kampus di Sumut, Sumatera Barat dan Aceh.

Dalam seminar yang juga menghadirkan mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek), Suharna Surapranata, dan staf pengajar Universitas Sumatera Utara (USU), Dr Yani Absah, Warsito menceritakan proses terapi dari pasien penderita kanker otak kecil (cerebellum) yang saat pertama datang dalam kondisi yang mengenaskan.

"Karena otak kecil sebagai pengendali sistem motorik tubuh, maka pasien sudah tak bisa menggerakkan seluruh ototnya. Dia hanya bisa terbaring dan tak mampu bergerak, termasuk menelan makanan atau minuman yang diasupkan ke mulutnya," katanya.

Tim peneliti kemudian merancang perangkat yang disesuaikan dengan diagnosis dokter.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com