Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulang dari Papua Demam, Segera ke Dokter

Kompas.com - 14/12/2011, 19:55 WIB
Subur Tjahjono

Penulis

TELUK BINTINI, KOMPAS.com -  Kalau orang mau datang ke Papua, selalu kita mendengar saran, sebaiknya minum pil kina untuk pencegahan.

Benarkah tindakan demikian? Alfian, staf Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Ga Bumi (BP Migas), misalnya, sampai perlu mendatangi dokter di klinik BP Migas di Jakarta. Apalagi ia sedang tidak enak badan. Namun oleh dokter, Alfian disarankan untuk tidak minum obat antimalaria.

"Cukup minum multivitamin," tutur Alfian, menirukan dokternya, kepada Kompas di kamp BP, perusahaan kontraktor migas Inggris, di Babo, Rabu (14/12/2011) malam.

Alfian bersama sejumlah wartawan mengunjungi LNG Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat. Dokter Pascalis Taa, dokter BP, menjelaskan, Papua adalah daerah endemik malaria yang disebabkan parasit Plasmodium.

Yang paling menyebabkan sakit parah adalah Plasmodium falciparum. Parasit yang diam di darah itu ditularkan nyamuk Anopheles sp. Penularan biasanya terjadi jam 17.00 -19.00 WIT. Orang yang mau ke Papua harus memastikan tingkat kejadian (prevalensi) malaria. Kalau cukup tinggi, dua minggu sebelum ke Papua perlu ke dokter untuk diberi obat antimalaria.

"Namun kalau sudah telanjur datang, ya tinggal menunggu waktu inkubasinya. Kalau 12 hari kemudian demam, segera ke dokter," kata dokter Pascalis.

Dokter Pascalis memastikan di lingkungan kamp BP di Distrik Babo atau di lokasi LNG Tangguh di Distrik Sumuri, serta 14 desa yang dekat dengan perusahaan, prevalensi malaria telah turun drastis. Dari prevalensi 24 persen tahun 2003, sekarang tahun 2011 tinggal 0,5 persen.

Apa kiatnya? Dokter Pascalis menerapkan upaya pencegahan malaria yang disebut EDAT, yaitu early diagnosis and treatment atau diagnosis dan penanganan awal. Setiap karyawan atau penduduk desa diperiksa rutin sebulan sekali.

Orang yang positif mengidap plasmodium, walaupun belum menunjukkan gejala klinis, langsung dikarantia tiga hari dan diobati hingga sembuh. Dokter Pascalis menilai, upaya pengasapan (fogging) kurang bagus sebagai upaya pencegahan malaria. Yang baik adalah abatisasi untuk membunuh jentik nyamuk.

"Kami lebih baik berurusan dengan manusia karena lebih mudah berkomunikasi. Kalau dengan nyamuk susah berkomunikasi," kata dokter Pascalis, yang kelahiran Sorong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com