Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semua Berpotensi Kena Epilepsi

Kompas.com - 27/12/2011, 03:40 WIB

Oleh : Ichwan Susanto

Apa yang terbayang ketika mendengar penyakit epilepsi atau istilah awamnya ayan? Sebagian besar akan menjawab tubuh kejang tersentak-sentak dan keluar air liur. Padahal, tidak semua epilepsi bermanifestasi dalam bentuk kejang. 

Manifestasi epilepsi ternyata ada yang berbentuk ekspresi bengong, bibir bergerak-gerak tanpa disadari, serta kesulitan bicara sesaat. Bahkan, emosi tinggi pada wanita haid bisa jadi gejala epilepsi catamenial.

Lyna Soertidewi dari Departemen Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menjelaskan, epilepsi adalah gangguan pada kelistrikan otak yang menyebabkan bangkitan atau kejang lebih dari satu kali dalam enam bulan.

Kelistrikan pada otak dan sistem saraf makhluk hidup, termasuk manusia, berperan dalam mengantarkan pesan atau perintah bagi tubuh. Saat neurotransmiter (saraf pengantar) terganggu, aliran listrik menjadi berloncatan. Respons tubuh adalah kejang-kejang.

Gangguan ini bisa mengenai siapa saja dan kapan saja. Tidak hanya bawaan lahir, epilepsi juga bisa terjadi akibat benturan, stroke, dan infeksi pada otak.

Trauma pada kepala membuat otak berusaha memperbaiki. Namun, kadang-kadang yang terjadi koneksi saraf menjadi abnormal dan kerja sel-sel saraf terganggu.

Organ otak yang memiliki sekitar 100 miliar sel-sel saraf berfungsi sebagai pemimpin, memberikan perintah terkait segala aktivitas tubuh, seperti aktivitas ingatan, gerakan, indera, dan suasana hati. Jika otak terganggu, hal-hal itu pasti terpengaruh. Bahkan, bangkitan berupa kejang-kejang selama 15-30 menit bisa berakibat fatal karena tubuh bekerja ekstra keras dengan kondisi minim oksigen.

Selain epilepsi yang bermanifestasi dalam bentuk kejang-kejang (tonik klonik), ada bentuk manifestasi lain, seperti bengong (beberapa detik), atonik (reaksi terjatuh karena otot melemas), dan mioklonik (kontraksi otot tiba-tiba). Bengong epilepsi dengan bengong biasa bisa dibedakan dengan memanggil penderita.

”Kalau ditepuk atau dipanggil tidak merespons, berarti bukan bengong biasa. Bisa jadi itu childhood absence (bengong epilepsi pada anak),” kata pengajar pada Departemen Ilmu Penyakit Anak Universitas Indonesia, Hardiono D Pusponegoro.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com