Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tingkatkan Riset Dasar Tentang Lupus

Kompas.com - 19/01/2012, 20:47 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penelitian mendasar tentang penyakit Lupus masih perlu ditingkatkan. Hal ini karena jumlah penderita lupus di Indonesia telah mencapai 200.000-300.000 orang dan perawatan medis telah dilakukan, namun mekanisme munculnya penyakit lupus justru belum diketahui.

Penyakit Lupus kadang diibaratkan sebagai pagar makan tanaman. Sistem kekebalan yang seharusnya berfungsi melindungi tubuh manusia dari kuman atau sel asing malah menyerang sel-sel dalam tubuh. Konsekuensi dari penyakit lupus banyak seperti penderita bisa mengalami gagal ginjal. Dalam kondisi tertentu, jantung penderita bisa "terendam" oleh air sehingga sulit bernafas. Bisa juga mengalami gangguan paru-paru yang gejalanya mirip TBC.

Dr Rachmat Gunadi SpPD KR, pemerhati Lupus dan dokter di Rumah Sakit Hasan Sadikin di Bandung mengungkapkan, salah satu yang dibutuhkan sekarang adalah penelitian tentang mekanisme lupus agar dapat membantu pengobatan.

"Mengapa sistem imunitas bisa menyerang sel tubuh? Apa tentara tubuh atau sistem imunitas kita terlalu reaktif atau sel tubuh kita yang seperti sel asing sehingga akhirnya diserang," kata Rachmat. "Kalau sudah diketahui, kita tahu cara pengobatannya, apa yang harus dibasmi terlebih dahulu," tambah Rachmat dalam acara Care for Lupus SDF Award, Kamis (19/1/2012), yang digelar Syamsi Dhuha Foundation dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Rachmat menjelaskan bahwa pengobatan yang dilakukan saat ini masih merujuk pada konsep melawan sistem imunitas tubuh. Sistem imunitas dipandang sebagai musuh sehingga penderita lupus diberi obat immunoseupressants. "Ini akan ada efek sampingnya. Karena kalau imunitas kita tekan terus, maka infeksi ringan saja bisa jadi berat," cetus Rachmat.

Ia mengharapkan keterlibatan peneliti sains biomedis, biologi molekuler, dan genetika untuk memecahkan masalah lupus. Selama ini, peran serta peneliti dalam bidang tersebut dinilai masih kurang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com