Penelitian daya hambat tahongai terhadap sel kanker hati HepG2 juga dikembangkan. Penelitian ini memanfaatkan L-glutamine 10 persen fetal bovine serum, sodium bicarbonate, streptomisin 100 mikrogram per mililiter, dan penisilin 100 mikrogram per mililiter.
”Dari hasil pembuktian secara ilmiah ini, kami mendukung usaha pemasaran tahongai,” kata Enos.
Enos menggandeng sebuah kelompok usaha kecil dan menengah di Samarinda untuk mengemas daun tahongai seperti teh celup, kemudian dipasarkan ke sejumlah daerah.
Secara umum, penjelasan kinerja tahongai untuk mengobati penyakit hati adalah mengeluarkan racun dan mengobati peradangan yang terjadi pada hati. Senyawa golongan kumarin pada tahongai berfungsi mengurangi rasa sakit akibat peradangan hati.
Senyawa pada tahongai mampu memulihkan dan memperkuat hati sehingga bisa menjalankan fungsinya kembali seperti menyimpan mineral, vitamin, dan gula untuk bahan bakar tubuh. Hati juga berfungsi membersihkan racun yang beredar dalam darah serta mengontrol produksi kolesterol dan pengeluaran kolesterol.
Organ hati yang sehat akan menunjang kinerja ginjal. Hati memecah beberapa senyawa yang bersifat racun serta menghasilkan amonia, urea, dan asam urat dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino. Proses pemecahan senyawa racun oleh hati disebut proses detoksifikasi. Hal ini meringankan beban ginjal.
Kandungan antioksidan tahongai juga menetralkan kerusakan sel-sel tubuh yang disebabkan radikal bebas. Radikal bebas akibat pencemaran dalam jumlah berlebih akan merusak sel-sel tubuh, menyebabkan penuaan dini, serta berbagai penyakit degeneratif, seperti arteriosclerosis (pengerasan dinding pembuluh darah), hipertensi, arthritis, katarak, penyakit jantung koroner, dan kanker.
Menurut Enos, tahongai diharapkan dapat menyembuhkan hepatitis A dan hepatitis B. Saat ini tanaman obat tradisional itu masih perlu pengembangan untuk menjadi obat.
Tantangan
Irawan yang merupakan Kepala Laboratorium Kimia Hasil Hutan Universitas Mulawarman mengatakan, pengetahuan tentang obat-obat herbal banyak dimiliki masyarakat, dalam hal ini masyarakat Dayak. Irawan mencontohkan kearifan lokal pembuatan bedak dingin untuk memutihkan kulit dan bawang tiwai yang digunakan untuk menghentikan pendarahan dalam tubuh.