Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antibodi yang Melumpuhkan Tubuh Sendiri

Kompas.com - 25/04/2012, 06:29 WIB

Oleh Indira Permanasari

Setelah terbaring di rumah sakit selama seminggu akibat tifus, Raihan Naufaldi (12) mengalami kesemutan diikuti rasa kebas di kaki yang menjalar hingga ke tubuh atas. Dalam hitungan hari, tubuh siswa kelas VI sekolah dasar itu lumpuh.

”Aldi tidak bisa duduk, kesulitan mengangkat tangan, bahkan untuk memiringkan tubuh Aldi perlu bantuan,” kata Dwinanda (45), ibu Raihan Naufaldi yang biasa dipanggil Aldi. Dwinanda kemudian memindahkan perawatan Aldi ke rumah sakit lain.

Di rumah sakit kedua, Aldi menjalani serangkaian tes, mulai dari computed tomography scan (CT-scan), magnetic resonance imaging (MRI), dan electromyography (EMG) untuk mengetahui gambaran otak dan saraf. ”Dari hasil tes EMG diketahui Aldi menderita Guillain-Barre Syndrome,” Dwinanda bertutur. Sebelumnya, ia tidak pernah mendengar tentang penyakit Sindrom Guillain-Barre.

Aldi sempat dirawat di ruang perawatan intensif selama dua minggu. Setelah itu, Aldi masih harus dirawat inap. Kemudian pindah ke RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM). Dua minggu sesudahnya, Aldi menjalani perawatan di rumah.

”Pemulihan membutuhkan waktu lama. Saat pulang dari rumah sakit, Aldi menggunakan ambulans karena belum bisa bergerak. Setelah menjalani fisioterapi, perlahan kondisinya membaik,” ujar Dwinanda.

Jarang, tapi berat

Kelumpuhan mendadak akibat Sindrom Guillain-Barre terbilang jarang. Angka kejadian mencapai 1-1,5 dari 100.000 orang. ”Meski demikian, begitu menyerang, beban penyakit ini sangat berat bagi penderita dan keluarganya,” kata Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) Cabang Jakarta Darma Imran dalam jumpa pers tentang penyakit Sindrom Guillain-Barre, Jumat (13/4/2012), di Jakarta.

Kelumpuhan bisa terjadi dalam hitungan minggu, bahkan hari. Kelumpuhan tidak hanya pada organ gerak, seperti tangan dan kaki, tetapi juga organ tubuh lain, misalnya wajah, mata, dan otot pernapasan. ”Penyakit ini menjadi penyebab kelumpuhan utama setelah polio berhasil dieradikasi,” kata Darma.

Sindrom Guillain-Barre umumnya dimulai dengan rasa kesemutan di ujung-ujung jari. Kesemutan itu simetris di kanan dan kiri tubuh. Selain itu, timbul rasa kebas di kaki atau tangan. Pada gejala awal, penderita biasanya tidak menyadari. ”Begitu semakin susah berjalan dan sandal mendadak suka lepas, penderita mulai merasa ada yang salah dan ke dokter,” ujar Darma.

Gejala yang mirip dengan stroke ini, lanjutnya, kadang bisa ”menyesatkan” dokter. Akibatnya, pasien terlambat ditangani dan peluang sembuh sempurna mengecil.

Gangguan di kaki dan tangan merambat ke tubuh bagian atas hingga melumpuhkan tubuh. Pada kasus parah, penderita kesulitan menelan air liur dan bernapas sehingga perlu perawatan di rumah sakit serta menggunakan alat bantu pernapasan (ventilator).

Salah sasaran

Kepala Divisi Neurofisiologi Klinik dan Penyakit Neuromuskular, Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Manfaluthy Hakim mengatakan, Sindrom Guillain-Barre terkait respons kekebalan tubuh yang salah sasaran. ”Antibodi menyerang tubuh, dalam hal ini sistem saraf tepi, sehingga terjadi peradangan akut,” ujarnya.

Belum diketahui pasti penyebab Sindrom Guillain-Barre. Infeksi bakteri atau virus diduga menjadi pemicu. Karena itu, dokter biasanya menanyakan riwayat demam, diare, atau radang tenggorokan 4 minggu-6 minggu sebelum gejala sindrom itu. Salah satu bakteri penyebab diare yang terbukti terkait Sindrom Guillain-Barre ialah bakteri Campylobacter jejuni. ”Walau sembuh dari infeksi, kuman dalam tubuh memicu sistem pertahanan tubuh yang kemudian mengganggu sistem saraf tepi,” kata Manfaluthy.

Kerusakan pada saraf tepi yang berperan sebagai penghantar sinyal antara otak dan anggota tubuh menimbulkan gangguan hantaran sinyal. Akibatnya, otot melemah. Dalam menegakkan diagnosis, biasanya dokter akan mengecek refleks tendon, mengetes kecepatan hantar saraf, melakukan tes EMG, dan menganalisis cairan otak.

Lewat EMG dapat ditentukan jenis Sindrom Guillain-Barre yang dialami. Jenis yang utama ialah acute motor axonal neuropathy (AMAN) yang menyerang sistem motorik dan acute motor sensory axonal neuropathy (AMSAN) yang menyerang sistem motorik dan sensorik. Ada pula Sindrom Guillain-Barre yang kelumpuhannya bergerak dari atas ke bawah dan varian dengan gangguan ringan.

Jika ditangani sedari dini, Sindrom Guillain-Barre bisa sembuh dengan hanya sedikit gejala sisa. Kepala Departemen Neurologi RSCM Diatri Nari Lastri mengatakan, salah satu pengobatan Sindrom Guillain-Barre ialah plasmapharesis, yakni pengambilan antibodi yang merusak dengan cara mengganti plasma darah.

Terapi lain dengan Intravena Immunoglobulin (IvIG), memasukkan immunoglobulin dari manusia yang membantu memperbaiki sistem pertahanan tubuh. ”Penggunaan IvIG biasanya selama lima hari. Setelah itu, tubuh membaik perlahan. Terapi ini mahal, sekitar Rp 20 juta per hari, sehingga beban Sindrom Guillain-Barre bagi keluarga sangat besar,” katanya.

Dalam hal ini, penggunaan obat harus hati-hati. Kesalahan seperti dosis tidak tepat bisa memicu krisis kolinergik yang ditandai pengeluaran lendir berlebihan di saluran pernapasan dan tenggorokan sehingga menyumbat pernapasan. Dalam krisis yang mengancam nyawa itu, penderita harus segera dilarikan ke rumah sakit.

”Semakin cepat Sindrom Guillain-Barre diketahui dan diobati, semakin baik hasilnya,” ujar Diatri. Setelah terapi selama dua minggu, biasanya mulai terlihat perbaikan seperti kemampuan menggerakkan jari.

Pengobatan mengurangi angka kematian dan penderitaan mereka yang terkena sindrom itu. Dari 48 kasus yang ditangani RSCM tahun lalu, tidak ada penderita yang meninggal. Sekitar 30 persen penderita mengalami kecacatan bervariasi atau tidak sembuh sempurna.

”Sekitar 20 tahun lalu, kecacatan akibat Sindrom Guillain-Barre 70 persen. Kecacatan itu ditentukan pula oleh kecepatan penanganan dan berat ringannya Sindrom Guillain- Barre,” ujar Manfaluthy. Gejala sisa ringan paling banyak dialami penderita ialah kelelahan dan kebas pada kaki dan tangan. Pemulihan gerak tubuh selanjutnya dibantu fisioterapi.

”Sekarang, Aldi sudah bisa berjalan, tetapi masih ada efek sisa pada penglihatan dan penciuman. Dia belum bisa melihat jelas, baru bayangan. Sedang diusahakan pengobatan,” ujar Dwinanda. Aldi yang bersiap mengikuti ujian nasional belajar didampingi Dwinanda yang membantu dengan membacakan materi pelajaran. Sindrom Guillain-Barre, meski berat, perlahan dilalui Aldi dan keluarganya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com