Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkes: Masalah Rokok Kompleks dan Sensitif

Kompas.com - 15/06/2012, 08:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengungkapkan, penanganan masalah rokok di Tanah Air merupakan hal yang kompleks dan sensitif karena meliputi kepentingan banyak sektor. Namun, ia menekankan bahwa kampanye berhenti merokok harus terus dilakukan karena banyak merugikan masyarakat, terutama para perokok pasif.

"Rokok merupakan masalah sensitif dan kompleks, tetapi tetap tidak boleh ditoleransi. Apalagi kalau kita tahu dampaknya pada anak dan perempuan," ujarnya saat acara konferensi pers di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Kamis (14/6/2012) kemarin.

Nafsiah mengakui, rokok memang memberikan pendapatan yang besar bagi negara dari sisi ekonomi, terutama di lapangan kerja. Namun, konsekuensi masalah kesehatan yang didapat dari rokok akan jauh lebih besar bagi negara.

"Untuk petani, jelas ada jalan keluarnya, begitu juga dengan lapangan kerja. Tetapi, tolong jangan rusak kesehatan anak dan ibu," ujar Nafsiah.

Nafsiah mengimbau, perlu ada gerakan perubahan di masyarakat untuk melarang bila melihat ada anak di bawah umur 18 tahun yang membeli rokok. "Penelitian saya secara pribadi menunjukkan bahwa makin muda seseorang mulai merokok, makin mudah kecanduan, dan makin sulit berhenti," ujarnya.

Merokok di usia muda juga memiliki dampak yang jauh lebih buruk bagi paru-paru ketimbang jika seseorang mulai merokok pada usia dewasa.

Nafsiah mengungkapkan, berdasarkan pengalamannya ketika menjabat sebagai Direktur Department of Gender and Womens Health, perempuan perokok jauh lebih sensitif, lebih cepat kecanduan, dan lebih susah mengobati kecanduannya ketimbang laki-laki perokok.

Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, saat ini rancangan mengenai penyertaan gambar peringatan pada bungkus rokok sudah sampai pada tahap akhir.

"Baik lebar maupun ukuran untuk bungkus dan gambar peringatan di bungkus rokok sudah sepakat dan sudah dikirim ke Menko Kesra, dan kemudian dikirim ke Presiden," sambung Ghufron.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com