Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/06/2012, 14:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi angkat bicara terkait isu masalah kondom yang dianggap banyak pihak telah mendorong perilaku seks bebas di kalangan remaja dengan mempermudah akses kondom. Nafsiah mengatakan bahwa dirinya tidak pernah mengampanyekan kondom di kalangan anak sekolah dan remaja, tetapi kepada kelompok seks berisiko.

"Tidak benar kalau saya akan kampanye atau bagi-bagi kondom gratis kepada anak-anak sekolah. Kita tidak akan kampanye kondom di kalangan umum, tetapi kita tetap harus mengampanyekan dan mendorong penggunaan kondom pada setiap seks berisiko," katanya seusai menghadiri peringatan Hari Donor Darah Sedunia 2012, di Gedung Kementerian Kesehatan, Rabu (20/6/2012).
 
Nafsiah mengatakan, penggunaan kondom untuk kelompok seks berisiko merupakan salah satu indikator dari Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) poin ke-6. Seks berisiko, kata Nafsiah, saat ini sudah terjadi di hampir semua kelompok usia. "Di kalangan remaja juga terjadi hubungan seks berisiko. Mau tidak mau kita harus hadapi itu," katanya.

Seks berisiko adalah setiap hubungan seks yang berisiko berakibat penularan penyakit kelamin, termasuk HIV AIDS, gonore, dan sipilis, ataupun risiko kehamilan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan.

"Data kita menunjukkan, penularan HIV naik terus walaupun sudah kampanye kondom yang gencar di kalangan seks berisiko. HIV masih terus naik bersama dengan penyakit-penyakit kelamin lain," jelasnya.

Dalam siaran pers kepada Kompas.com, Menkes juga menyatakan bahwa kampanye kondom yang dilakukan pihaknya bukan sembarang kampanye. Sasaran kampanye sudah jelas yakni mereka yang memiliki seks berisiko dengan target MDGs.  Selain itu, Menkes menekankan pentingnya untuk meningkatkan pendidikan agam dan pendidikan kesehatan reproduksi untuk melindungi remaja dari perilaku seks berisiko.

Selain itu, kata Menkes dalam siaran persnya, pemerintah juga menggalakan program kampanye"ABAT" atau Aku Bangga Aku Tahu untuk kalangan remaja dengan rentang usia 15-24 tahun. Pesan utama dari program kampanye untuk remaja tersebut adalah mengedepankan upaya pengenalan penyebab HIV/AIDS, proses penularan dan bagaimana mencegahnya dengan jargon no drugs dan no free sex.

Siaran pers yang disampaikan Menkes tersebut, juga merupakan tanggapan atas berita yang dimuat di Kompas.com pada 14 Juni yang berjudul Menkes Dorong Penggunaan Kondom.

Berikut ini adalah pernyataan lengkap Nafsiah terkait isu penggunaan kondom yang dianggap beberapa kalangan telah melegalkan seks bebas di kalangan remaja:

"Sejak tadi malam saya banyak di-SMS, di Twitter dan sebagainya, mencela bahwa Menteri Kesehatan akan membagi-bagi kondom secara gratis di SMA. Ini sama sekali tidak benar, yang saya tekankan adalah, pertama, bahwa penggunaan kondom pada seks berisiko merupakan indikator, salah satu indikator MDGs keenam.

Seks berisiko adalah setiap hubungan seks yang berisiko berakibat penularan penyakit kelamin termasuk HIV AIDS, gonore, sipilis dan lain sebagainya. Maupun berisiko kehamilan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan.

Dalam kenyataan di masyarakat, seks berisiko terjadi di semua umur, termasuk pada remaja, termasuk dari laporan BKKBN, bahwa ada sekitar dua juta aborsi tiap tahun. Berarti terjadi hubungan seks berisiko di mana hak setiap bayi untuk hidup disayangi itu tidak terpenuhi.

Begitu juga penularan penyakit, kita melihat HIV AIDS makin meningkat, penyakit kelamin makin meningkat. Kenapa? Karena meningkatnya seks berisiko, misalnya dipicu oleh pendidikan agama mungkin tidak cukup kuat, imannya tidak cukup kuat, adanya VCD porno, di mana-mana, adanya ATS stimulan untuk meningkatkan kegairahan seks.

Saudara-saudara, kita harus hentikan. Saya justru berterima kasih kepada orang-orang, masyarakat, yang merisaukan hal ini.

Kita tidak akan membagi-bagikan kondom gratis pada masyarakat umum. Tetapi, kalau kita ketahui sekelompok  masyarakat sudah mengetahui hubungan seks berisiko, maka pertama, pendidikan terhadap mereka perlu ditingkatkan. Ya pendidikan agama, pendidikan kesehatan reproduksi, pendidikan bagaimana melindungi tubuhnya sendiri, menghormati kehidupan. Itulah yang paling penting sebenarnya.

Kedua, bisa diberikan konseling perubahan perilaku, supaya dia segera menghentikan itu. Perilaku seks berisiko.

Namun, kalau seseorang tetap melakukan hubungan seks berisiko, yang bisa kita lakukan adalah menghimbau supaya menggunakan kondom untuk mengurangi dampak buruk hubungan seks berisiko. Ini juga sangat penting. Anjuran ini pun sama sekali tidak diikuti. Dengan akibat, kehamilan yang tidak dikehendaki, atau kehamilan yang tidak direncanakan makin meningkat, dan HIV AIDS dan penyakit kelamin meningkat.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com