Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obat Generik Berlogo, Murah Tapi Tidak Murahan

Kompas.com - 28/06/2012, 15:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  Barang berharga murah sering dikaitkan dengan kualitas yang rendah. Tetapi hal ini tidak berlaku untuk obat generik berlogo (OGB). Meski dari sisi harga OGB lebih murah ketimbang obat branded atau bermerek, tapi soal kualitas tidak ada perbedaan antara keduanya.

Tarcisius T. Randy, Head of Marketing and Sales OGBdexa, menjelaskan harga OGB  lebih murah ketimbang obat bermerek karena harganya sudah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga dibuat terjangkau oleh masyarakat. Meskipun demikian tidak berarti bahwa OGB adalah obat murahan dan tidak berkualitas.

"Saya melihat bahwa saat ini masyarakat sudah semakin positif atau lebih kenal apa itu OGB. Bahkan masyarakat sekarang sudah berani meminta untuk diresepkan obat generik," katanya saat ditemui dalam acara temu media dengan tema, 'OGB Sebagai Cara Hemat Untuk Sehat', Kamis, (28/6/2012), di Jakarta.

Secara garis besar, ada beberapa faktor  yang menyebabkan harga obat generik lebih murah ketimbang obat branded. Pertama, OGB diproduksi dalam jumlah yang besar sehingga skala produksinya efisien. Skala produksi yang besar tentu akan menekan biaya produksi. Bahan baku dan kemasan yang digunakan juga dalam jumlah besar sehingga harga pembeliannya lebih rendah, bila dibandingkan dengan pembelian dalam jumlah kecil.

Kedua, OGB selalu dibuat sederhana, tetapi memiliki daya kemas yang baik (sesuai ketentuan BPOM, untuk menjamin kualitas obat), sehingga menurunkan biaya kemasan. "Kemasan OGB sangat sederhana dan tidak berwarna warni tetapi tetap berkualitas," imbuhnya.

Ketiga, obat generik hanya meng-copy obat paten yang sudah berakhir masa patennya sehingga untuk menilai khasiat, keamanan, dan kualitas obat generik tidak diperlukan lagi uji klinis yang mahal.

Lebih lanjut, Tarcisius mengatakan, untuk memproduksi obat generik, ada beberapa kriteria yang wajib dipenuhi produsen obat, sehingga salah jika ada anggapan bahwa OGB dibuat secara asal-asalan. Produsen yang mau memproduksi OGB harus sudah memiliki sertifikat COA (dokumen otentik yang dikeluarkan pihak berwenang, dimana dokumen tersebut menjamin kemurnian dan kualitas obat). Selain itu, setiap produsen OGB juga harus memiliki sertifikat CPOB (cara pembuatan obat yang baik).

"Sekarang tugas kami adalah bagaimana supaya masyarakat benar-benar percaya OGB dan tidak khawatir menggunakan OGB," katanya.

Trend Pasar OGB Meningkat

Tarcisius mengungkapkan, trend pasar OGB terutama di Indonesia dari tahun 2009-2011 terus menunjukkan peningkatan hampir 23 persen. Bahkan kalau diperhatikan, pertumbuhan Rumah Sakit khususnya yang menggunakan OGB sangat agresif, mencapai 28 persen.

"Pertumbuhan pasar farmasi di Indonesia sebagian besar dari kontribusi pertumbuhan OGB. Pertumbuhan pasar OGB lebih tinggi dari pasar farmasi atau pasar obat di Indonesia," katanya.

Melonjaknya permintaan OGB ini tidak terlepas dari telah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan yang mewajibkan penggunaan OGB khususnya di Puskesmas dan Rumah Sakit pemerintah. Beberapa progam pemerintah, seperti Jamkesmas, juga mengharuskan penggunaan obat generik berlogo.

"Beberapa rumah sakit swasta juga sudah banyak yang menggunakan OGB. Jadi bukan hanya rumah sakit swasta yang menengah ke bawah saja, yang kelas atas juga sudah menggunakan OGB," cetusnya.
 
Menurut Tarcisius, meningkatnya permintaan OGB di rumah sakit swasta lebih ditujukan untuk pasien-pasien kelas tiga. Karena menurutnya, bila rumah sakit swasta tidak menyediakan OGB, biaya perawatan akan lebih tinggi sehingga besar kemungkinan mereka akan kehilangan pasien (terutama kelas tiga).

"Kalau rumah sakit atau pelayanan kesehatan menggunakan OGB, maka jumlah pasien yang dilayani bisa lebih banyak ketimbang mereka menggunakan obat branded," terangnya.

Tarcisius memprediksi, dengan ditetapkannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2014, permintaan OGB akan semakin meningkat. Hal ini karena untuk peserta SJSN obat yang digunakan adalah Obat Generik Berlogo (OGB). Selain itu, dengan total penduduk Indonesia yang diperkirakan berjumlah 257 juta jiwa, baru 137,8 juta jiwa saja yang tercover asuransi pada 2014 mendatang, sementara masih ada 119,2 juta jiwa yang belum tercover asuransi.

"Ini menjadi tantangan dan peluang kami bagaimana bisa mendapatkan atau mengcover obat yang dibutuhkan oleh orang-orang yang belum tercover asuransi," tutupnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com