Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sakit Mag karena Pola Makan Buruk

Kompas.com - 11/07/2012, 02:49 WIB

Jakarta, Kompas - Sebagian besar dispepsia atau dikenal sebagai sakit mag merupakan gangguan fungsional. Gangguan itu disebabkan pola makan yang buruk.

Demikian kata Ari Fahrial Syam dari Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/RSUPN Cipto Mangunkusumo yang juga Ketua Bidang Advokasi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Senin (9/7), di Jakarta. Menurut Ari, sakit mag merupakan kumpulan gejala rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada daerah ulu hati. Gejala sakit mag antara lain nyeri di ulu hati, mual, muntah, kembung, dan nafsu makan kurang.

Sekitar 80 persen sakit mag merupakan gangguan dispepsia fungsional. ”Jika dilakukan endoskopi (peneropongan) saluran cerna, tidak ditemukan kelainan,” ujarnya.

Keluhan mag gangguan fungsional disebabkan makan yang tidak teratur, kebiasaan makan makanan berlemak, banyak minum kopi atau minuman bersoda, merokok, dan stres.

Kasus mag organik sebesar 15-20 persen disebabkan bakteri Helicobacter pylori, obat-obat rematik, dan makanan terlalu pedas. Berbeda dengan mag fungsional, hasil endoskopi mag organik tidak normal, yakni ditemukan tukak lambung, tukak usus dua belas jari, polip, bahkan kanker saluran pencernaan.

Jelang puasa

Ari menyatakan, berpuasa tidak menimbulkan sakit mag. Sebaliknya, saat puasa, keluhan akan berkurang. ”Saya sering menganjurkan pasien sakit mag untuk berpuasa, apalagi yang hasil endoskopinya normal. Biasanya mereka mengalami perbaikan,” katanya.

Saat berpuasa, berbagai faktor pemicu gangguan fungsional juga hilang. Penyebabnya, saat berpuasa, penderita makan teratur waktu sahur dan berbuka, tidak mengonsumsi camilan, tidak merokok, dan stres berkurang karena beribadah. ”Bahkan, pada kasus mag organik, penderita masih dapat berpuasa sepanjang berkonsultasi lebih dulu dengan dokter karena biasanya perlu minum obat,” ujarnya.

Pada kesempatan sama, Tri Juli Edi T dari Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo mengatakan, orang yang menderita penyakit menahun, seperti diabetes, sebaiknya mempersiapkan diri sebelum menjalankan puasa. ”Mereka harus berkonsultasi dengan dokter yang akan memberi anjuran diet tepat, disesuaikan dengan kondisi puasa dan penyakitnya. Demikian juga dengan obat-obatannya,” ujarnya.

Dengan berkonsultasi lebih dulu, penderita penyakit menahun yang ingin berpuasa dapat membuat keputusan tepat saat harus menghentikan atau tetap melanjutkan ibadah puasa. (INE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com