Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/07/2012, 17:13 WIB

Sebagian besar penelitian yang telah dipublikasikan di jurnal online pubmed tentunya sudah berdasarkan kaidah penelitian yang baik dan benar dengan memperhitungkan bukan hanya rokok sebagai penyebab tetapi berbagai faktor resiko atau penyebab lainnya dan juga dibandikan dengan kelompok orang sehat. Risiko kematian akibat kanker paru-paru pada laki-laki yang merokok lebih besar 23 kali sedangkan untuk wanita yang merokok sebesar 13 kali lipat dan sepertiga dari perokok tersebut meninggal dengan rata-rata waktu meninggal 15 tahun lebih cepat dibandingkan yang tidak merokok. Hal ini didukung oleh ratusan penelitian ilmiah lainnya

6. Perokok adalah bentuk kemerdekaan seseorang.

Perokok dengan bangganya bahwa merokok merupakan bentuk kemerdekaan seseorang dan tidak melanggar hak asasi. Para perokok dianggap sebagai orang yang merdeka karena mereka berani menempuh bahaya dibandingkan orang lain. Padahal bagi orang rasional mungkin secara ektrim perokok bukan orang yang merdeka tetapi orang nekat dan tidak waras karena berani bertarung nyawa.

Perokok menganggap dirinya merdeka bisa menghisap asap rokok dengan menganggu kemerdekaan orang yang butuh udara sehat. Tidak disadari para perokok justru hanya mengagungkan hak asasi pribadi dengan mengorbankan hak asasi orang lain dengan merokok di sembarang tempat. Bahkan sebagian lain para perokok sudah keblabasan ketika ditegur merokok di sembarang tempat dan menganggu sekitarnya menjadi amrah.

Inilah bentuk ketidakwarasan para perokok yang dilabelkan banyak orang ketika mereka terganggu ulah perokok. Beranikah para perokok menyuruh anak perempuannya untuk merokok sebagai bentuk kemerdekaan perempuan. Bahkan para perokok dengan egoisnya sering mengatakan mengapa anda tidak mengingatkan ketika saya makan makanan mengandung kolesterol. Substansi utamanya bila memang perokok tidak bisa disadarkan bahwa rokok berbahaya tidak usah menggunakan berbagai istilah yang tidak rasional. Tetapi bila itu tidak bisa disadarkan sebaiknya kampanye anti rokok ini hanya untuk menyelamatkan yang bukan perokok dengan jangan merokok di dekat orangn lain. Seharusnya mereka berterimakasih dengan orang lain yang mengingatkan dan peduli dengan kesehatannya. Tetapi hal itu dijawab dengan cemoohan dan ketidak pedulian terhadap orang di sekitarnya

7. Perokok dianggap melestarikan kebudayaan bangsa

Benarkah merokok adalah budaya Indonesia? Sesungguh budaya merokok justru datang dari Amerika. Budaya merokok sebenarnya berasal dari Amerika. Merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam. Rokok tanpa filter atau kretek bukan hanya milik bangsa ini.

Jaman dahulu para merokok menggunakannya tanpa filter atau cerutu. Tetapi dengan semakin majunya pengetahuan disadari berbahaya akhirnya rokok tanpa filter sudah mulai ditinggalkan. Sayangnya, bangsa ini masih terlena oleh budaya kuno Amerika yang sudah mulai ditinggalkan tetapi tetap terus dibudayakan di negeri ini dengan tetap meyakini bahwa kretek adalah budaya bangsa.

Tetapi apabila para perokok tetap bersikeras menganggap sebagai budaya bangsa seharusnya bila budaya tersebut mengganggu kehidupan dan kualitas hidup bangsa apakah harus mati-matian dipertahankan demi harga diri bangsa. Sama juga dengan budaya negatif bangsa ini lainnya, seperti minum tuak, tari dangdut porno, budaya tidak disiplin atau budaya korupsi.

Bangsa besar ini memang harus mati-matian mempertahankan budaya tinggi bangsa ini. Tetapi jangan terlalu bangga dengan budaya buruk bangsa ini. Para perokok selalu paranoid bahwa mereka dipengaruhi oleh tekanan asing untuk menghenntikan kebiasaan merokoknya. Tetapi tidak menyadari bahwa budaya buruk merokok itu justru datang dari Amerika dan saat ini kalau ada orang Amerika yang menghentikan budaya buruk mereka tersebut malah dicurigai membunuh budaya Indonesia.

8. Perokok sebagai penyumbang terbesar negara sebagai cukai rokok.

Pendapat klasik inilah yang selalu timbul ketika rokok diusik sebagai bahan berbahaya. Cukai rokok yang diterima oleh negara tidak sebanding dengan biaya kesehatan yang harus dibayar oleh negara dan masyarakat akibat rokok. Cukai produk tembakau seperti rokok sekitar Rp 40 triliun tahun 2006 dan Rp 77 triliun tahun 2011. Namun, pendapatan APBN tersebut sangatlah kecil bila dibandingkan dengan uang yang harus dikeluarkan untuk biaya pengobatan penyakit akibat rokok. Biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat akibat rokok diperkirakan sebesar Rp 120 - 180 triliun. Bila seluruh pengobatan nantinya akan dibiayai oleh Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), maka Jamkesmas harus menanggung Rp 80 triliun sisa biaya pengobatannya.

9. Rokok dapat digunakan sebagai obat.

Para perokok bak "ahli kesehatan" mengatakan dengan seuara percaya diri bahwa secara tradisonal rokok kretek adalah baik untuk kesehatan. Bahkan perokok dengan bangganya mengatakan bahwa "katanya" banyak dokter yang mengatakan bahwa rokok bisa jadi obat. Dengan bangganya mperokok mengatakan, bahwa "katanya" dokter yang praktek di Salemba telah melakukan praktek dengan melakukan terapi rokok untuk menyembuhkan kesehatan.

Tidak ada penelitian satupun yang menunjukkan bahwa merokok dapat terbukti sebagai obat. Isu bahwa rokok untuk baik kesehatan itu dicurigai dihembuskan oleh berbagai pihak khususnya produsen rokok yang justru menyesatkan para perokok. Jadi, kalau ada dokter yang berpraktek terapi rokok untuk menyembuhkan penyakit pasti akan ditindak oleh Komisi Etik Ikatan Dokter Indonesia karena menyalahi kaidah ilmu kedokteran karena menyesatkan dan membahayakan penderita.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com