Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/07/2012, 14:15 WIB

“Children are the world's most valuable resource and its best hope for the future” -- John F. Kennedy.

Kutipan mantan Presiden AS di atas menegaskan bahwa anak-anak adalah kekayaan paling berharga yang menentukan masa depan suatu bangsa. Menjaga dan memelihara kelangsungan hidup anak akan menentukan nasib sebuah bangsa di masa mendatang.

Menyambut Hari Anak Nasional yang  jatuh pada Senin (23/7/2012) ini, semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat, perlu menyadari kembali akan pentingnya melindungi serta mewujudkan hak dan kepentingan anak. Masih banyak persoalan yang dihadapi anak Indonesia sekarang ini. Tetapi, salah satu hak yang paling mendasar dan wajib dipenuhi adalah hak kesehatan, demi terciptanya generasi penerus bangsa yang sehat dan berkualitas.

Tak dapat dipungkiri, kualitas kesehatan anak Indonesia masih perlu mendapat perhatian serius. Hal itu dapat dilihat dari berbagai indikator kesehatan anak yang dilaporkan berbagai sumber. Indikator pertama yang menentukan derajat kesehatan anak adalah angka kematian bayi.

Menurut laporan Badan PBB untuk masalah anak-anak (UNICEF), tingkat kematian anak/bayi di Indonesia masih relatif tinggi. Kepala Bagian kelangsungan hidup dan perkembangan anak UNICEF, Dr Robin Nandy, dalam sebuah pernyataan resmi menyebutkan, saat ini diperkirakan 150.000 anak meninggal di Indonesia setiap tahunnya sebelum mereka mencapai ulang tahun kelima.  

Indikator kesehatan lainnya  adalah status gizi anak yang masih perlu diperbaiki. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2010 menunjukkan, prevalensi gizi buruk balita di Tanah Air masih 4,9 persen, meskipun angka ini sudah menurun dari 2007 yang mencapai 5,4 persen.  Anak balita yang masuk dalam kategori gizi kurang menurut Riskesdas 2010 masih bertahan pada angka 13 persen. Sedangkan prevalensi tubuh pendek (stunting) pada balita mencapai 35,7 persen atau mengalami penurunan dibanding 2007 (36,7 persen).

Dari sisi pencegahan penyakit, hak anak Indonesia mendapatkan imunisasi masih belum optimal. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, cakupan Universal Child Immunization (UCI) tahun 2010 adalah 75,3 persen. Tahun 2011, pencapaian UCI turun menjadi 74,1 persen.

Laporan yang disampaikan organisasi medis kemanusiaan dunia Médecins Sans Frontières (MSF) atau Dokter Lintas Batas menyebutkan, Indonesa termasuk sebagai salah satu dari enam negara yang teridentifikasi memiliki jumlah tertinggi anak-anak yang tak terjangkau imunisasi. Menurut MSF, sebanyak 70% dari anak-anak yang tidak terjangkau program imunisasi rutin tersebar di Kongo, India, Nigeria, Ethiopia, Indonesia, dan Pakistan.

Terkait kesehatan ibu

Beragam masalah kesehatan yang dihadapi anak pun tidak terlepas dari minimnya dukungan lingkungan sosial, dalam hal ini dukungan terhadap kaum perempuan/ibu. Masalah kesehatan anak memang terkait kesehatan ibu. Buruknya status kesehatan ibu akan sangat berpengaruh kepada anak.

Masih menurut UNICEF, hampir 10.000 wanita Indonesia meninggal setiap tahun karena masalah kehamilan dan persalinan. Padahal, masa kehamilan dan persalinan adalah salah satu fase vital bagi kelangsungan hidup anak. Kualitas kesehatan di masa kanak-kanak dan dewasa akan sangat ditentukan dari proses panjang sang ibu dari mulai sejak persiapan kehamilan, proses persalinan hingga fase tumbuh kembang anak.

Oleh karena itulah, Indonesia sedang berupaya memenuhi salah satu target Pembangunan Millenium (MDGs) di bidang kesehatan, yakni menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi. Target MDGs Indonesia untuk AKI diharapkan turun menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2015. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007, AKI masih bertahan pada angka 228 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan target MDGs untuk AKB adalah 23 per 1.000 kelahiran hidup tahun 2015. Tahun 2007, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup.

Perlu perhatian penuh

Kita tak dapat menyangkal bahwa hak perempuan Indonesia atas kesehatan, khususnya yang terkait anak,  belum mendapat perhatian sepenuhnya.  Padahal, saat ini ada lebih dari 39,8 juta perempuan atau 37,9% dari seluruh jumlah pekerja (104,87 juta jiwa, data BPS, 2009). Perempuan kini harus menghadapi beban ganda, karena selain berkewajiban mengurusi keluarga juga harus tetap bekerja. 

Ironisnya, masih sedikit perusahaan yang peduli untuk memberikan hak cuti hamil, bersalin dan menyusui kepada karyawan perempuan. Alhasil, banyak pekerja perempuan yang tidak mendapatkan haknya untuk mengurus bayinya dan menyusui minimal 3 bulan .

Padahal, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan adalah bagian penting dalam upaya memberikan nutrisi dasar dan menurunkan angka kematian bayi. Hasil penelitian membuktikan, pemberian ASI dapat menurunkan risiko kematian bayi hingga 22 persen. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 33 tahun 2012 yang menjamin pemberian ASI eksklusif. Namun pada kenyataannya, masih banyak ditemukan kendala di lapangan.

Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kementerian Kesehatan Slamet Riyadi Yuwono mengakui, ada banyak penyebab rendahnya pemberan  ASI Eksklusif di Indonesia. Kendala itu di antaranya adalah belum semua kantor dan fasilitas umum membuat ruang menyusui, belum semua kantor dan fasum melaksanakan peraturan bersama Meneg PP, Menakertrans dan Menkes tentang peningkatan pemberian ASI selama waktu kerja di tempat kerja, serta belum meratanya tempat menyusui dan memerah susu di tempat-tempat umum, kantor dan pabrik.

Mengingat begitu kompleksnya masalah yang dihadapi anak dan kaum perempuan, kita tentu berharap semua pihak terus meningkatkan dukungan bagi pemenuhan hak kesehatan mereka. Diperlukan suatu sinergi dan koordinasi yang baik antara pemerintah, masyarakat dan swasta dalam mewujudkan hak kesehatan ibu dan anak. Dengan memberi jaminan ketersediaan atas hak mereka, diharapkan  lahir generasi penerus yang sehat dan  membawa bangsa ini pada kemajuan dan kesejahteraan Indonesia yang lebih baik.  Semoga...

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com