Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/07/2012, 21:01 WIB

Untuk meningkatkan penggunaan obat generik di masyarakat, salah satu faktor yang sangat berperan adalah dokter. Diakui Sekjen Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto, dokter berpengaruh besar karena menuliskan resep obat. IDI, kata Slamet, selalu mengimbau kepada para anggotanya untuk meresepkan obat generik dan mengingatkan pada kode etik larangan menjalin kontrak dengan penyedia obat. Apabila terbukti ada anggotanya yang terlibat, maka akan diberikan sanksi berupa pembinaan.

"Tak dapat dipungkiri bahwa masih ada tenaga medis yang memberikan resep obat generik bermerek. Ke depan, hal-hal seperti ini diharapkan tidak lagi terjadi," katanya.

Slamet menambahkan, sejauh ini IDI sudah melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan menyurati pemerintah agar semua obat bermerk diberikan logo obat generik. Dengan demikian, masyarakat mengetahui bahwa komposisi dan khasiat obat bermerek dan obat generik sama. "Ini disebabkan kesalahan pemerintah yang membedakan antara obat generik berlogo dengan obat generik bermerek, seharusnya obat ini tidak boleh dibedakan, karena kedua obat ini isi dan khasiatnya sama persis, yang beda hanyanya bungkusnya saja," tegasnya.

Selain itu, peranan apoteker di instalasi farmasi juga sangat penting untuk bisa memberikan penerangan kepada masyarakat agar memilih obat generik serta berkonsultasi dengan dokter dan pasien untuk mengganti penggunaan obat paten dengan obat generik yang sepadan. "Masyarakat seharusnya menggunakan haknya untuk meminta untuk mendapatkan resep obat generik dari dokter. Masyarakat pun seharusnya bisa bertanya kepada apoteker untuk mendapatkan obat generik jika membeli obat atau menebus resep dari dokter," jelasnya.

Hanya 20 persen di apotik

Slamet juga mengamati bahwa masih banyak apotek yang tidak menyediakan obat generik. Kondisi ini menurutnya harus mendapat perhatian dari pemerintah, mengingat sudah ada Permenkes yang mengatur obat generik. "Apotek harus direformasi. Penyediaan obat generik di apotek cuma 10-20 persen," katanya.

Seharusnya, kata Slamet, ketersediaan obat generik di apotek harus di atas 50 persen. Sementara untuk setiap rumah sakit, minimal harus menyediakan 80 persen obat generik, sehingga ketika dokter meresepkan obat generik, masyarakat dapat dengan mudah mendapatkannya. "Ini juga kesalahan pemerintah yang tak membuat regulasi mengenai ketentuan di apotek, harusnya semua apotek diwajibkan minimal menyediakan obat generik minimal 70 persen. Produsen obat juga harus memproduksi minimal  70 persen obat generik," ujarnya.

Namun hal itu disanggah oleh Linda. Menurutnya, pemerintah memang belum mengatur hal ini, tetai di beberapa daerah pemerintah telah menyediakan apotek khusus obat generik, meski jumlahnya masih sangat terbatas.

Linda menambahkan, pemerintah akan terus berupaya untuk menghilangkan stigma negatif tentang obat generik dengan melakukan revitalisasi dan reposisi OGB, dengan mengedepankan bahwa tak ada perbedaan antara OGB dan obat generik bermerek dengan kandungan zat aktif yang sama, dalam hal mutu, khasiat dan keamanan.

"Revitalisasi obat generik dilakukan dengan berbagai intervensi, dari hulu sampai ke hilir," ujarnya

Di hulu atau dari sisi penyediaan, pemerintah mendorong industri farmasi di Indonesia memproduksi OGB melalui penetapan harga obat generik yang lebih akomodatif, pelaksanaan fast track registrasi obat generik, mendorong agar kemasan obat generik lebih attractive dan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif. Di sektor hilir, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penggunaan OGB, misalnya dengan menerbitkan Keputusan Menkes tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Kebijakan ini diharapkan menjadi angin segar bagi sebagian besar masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com