Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/08/2012, 15:03 WIB

Kompas.com - Pengabaian terhadap program Keluarga Berencana terbukti telah mengakibatkan jumlah penduduk menjadi tak terkendali. Jika tidak segera ditangani, yang terancam bukan hanya ketahanan pangan tapi juga ekonomi sehingga memperbanyak jumlah penduduk miskin. Kontrasepsi yang bersifat jangka panjang adalah kebutuhan utama untuk menekan laju pertambahan penduduk.

Dibandingkan dengan pil atau suntik, alat kontrasepsi jangka panjang seperti IUD atau implan memang kalah populer. Menurut data BKKBN saat ini jenis kontrasepsi yang paling banyak dipilih adalah KB suntik (48,2 persen) dan pil 27,9 persen.

Padahal, kontrasepsi jangka panjang sangat dianjurkan untuk mereka yang ingin menjarangkan kehamilan atau tidak ingin menambah jumlah anak lagi. Meski pun pemahaman masyarakat akan kontrasepsi sudah semakin baik, namun menurut Bidan Sri Helmi, masih banyak ibu yang enggan memakai kontrasepsi jangka panjang.

"Kebanyakan memilih KB suntik karena alasan harga. KB implan atau IUD masih dianggap mahal, untuk mereka yang ekonominya menengah ke bawah mereka tak mau mengeluarkan uang cukup besar untuk kontrasepsi," kata Sri Helmi saat ditemui di kliniknya di kawasan Pondong Pinang Jakarta, Selasa (7/8).

Dalam praktek sehari-hari pun menurutnya pasien yang meminta layanan pemasangan implan hanya dua sampai lima pasien dalam sebulan. Sementara yang meminta KB suntik setiap bulannya bisa mencapai 300 orang di klliniknya.

Kontrasepsi jangka pendek seperti suntik yang bulanan atau tiga bulan, menurutnya bisa membuat bosan jika dilakukan jangka panjang. "Kalau usia 30 tahun sudah punya tiga anak dan tidak mau menambah lagi, usia reproduksinya masih panjang. Mau sampai berapa tahun ia suntik KB setiap bulan, sehingga di tengah jalan bisa terjadi hamil lagi," imbuhnya.

Badan kesehatan dunia (WHO) juga menyebutkan bahwa dari 200 juta kehamilan pertahun, sekitar 38 persen diantaranya tidak diinginkan. Padahal kehamilan yang tidak diinginkan bisa membuat tumbuh kembang anak menjadi tidak optimal.

Karena itulah, menurut Sri Helmi, setiap ibu yang baru melahirkan kini diarahkan untuk memilih kontrasepsi jangka panjang seperti IUD atau implan. Kontrasepsi ini praktis dan memiliki efektivitas cukup tinggi.

Mengenai kontrasepsi implan, saat ini sudah tersedia implan dalam bentuk satu batang sehingga lebih praktis. Kontrasepsi berbentuk batang berukuran kurang dari 3 cm ini akan dimasukkan ke kulit bagian dalam lengan untuk mencegah kehamilan selama tiga tahun.

"Jika diimplankan secara benar, metode kontrasepsi implan ini memiliki efektivitas sampai 99 persen dengan tingkat kegagalan hanya 1 dari 100 wanita yang menggunakannya," kata Juan C. Arjona Ferreira, peneliti senior bidang diabetes dan endokrin dari Merck seperti dikutip WebMD. Selain itu, efektivitas KB implan dalam mengembalikan kesuburan juga sangat tinggi.

Seperti halnya kontrasepsi hormonal lainnya, menurut Bidan Sri Helmi, metode implan juga memiliki efek samping berupa kegemukan, migren, dan sering menyebabkan pemakainya tidak haid. "Ada juga pasien yang mengaku nafsu makannya meningkat," katanya.

Kekurangan dari metode implan adalah dari faktor biaya yang relatif mahal karena harus menggunakan anestesi dosis kecil dan pisau khusus. Biaya berkisar antara Rp 500 ribu hingga satu juta. Meski begitu, sebenarnya pemerintah sudah menyediakan layanan KB secara gratis di Puskesmas atau rumah sakit pemerintah.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com