Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/08/2012, 14:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Protes dan keresahan berbagai pihak akibat maraknya iklan testimoni pengobatan Traditional Chinese Medicine (TCM) di televisi ditanggapi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan membentuk tim pengkaji.

Demikian disampaikan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes)  Ali Gufron Mukti ketika ditemui di kantor Kemenkes Jakarta, Selasa (14/8/2012). Ali Gufron mengatakan keberadaan klinik TCM perlu pengaturan lebih tepat agar tidak merugikan masyarakat.

Saat ini, tim pengkaji dari Kemenkes tengah dibentuk untuk menindaklanjuti keresahan yang ditimbulkan iklan testimoni ini di media terutama televisi. "Kami tengah bergerak dalam upaya menangani masalah itu. Saya termasuk ke dalam tim pembahasnya. Bagaimana yang terbaik tindakannya masih kami bahas," kata Gufron.

Dalam kesempatan tersebut, Gufron menggarisbawahi pentingnya pembuktian dari setiap layanan kesehatan atau pengobatan. Klaim terhadap layanan atau produk tidak diperkenankan apalagi melebihi dari kondisi riil yang bisa diupayakan pengobatan alternatif dan tradisional.

Seperti yang diwartakan, klinik-klinik TCM menuai keresahan dari kalangan medis. Juga cemoohan dari masyarakat lantaran menyertakan iklan testimoni dalam publikasi produknya. Iklan testimoni ini dinilai menyesatkan karena menawarkan janji dan jaminan kesembuhan pasien. Secara psikologis, testimoni ini dapat menimbulkan rasa ingin tahu masyarakat untuk mencoba. Dengan janji dan jaminan sembuh 100 persen, mereka yang sakit akan tergerak berobat ke klinik seperti ini. Pada gilirannya, iklan testimoni ini justru berpotensi merugikan masyarakat baik dari sisi finansial, psikis, maupun kondisi kesehatannya

Seperti diungkapkan pengamat kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia Prof dr Hasbullah Thabrany, iklan kesaksian pasien yang diusung klinik-klinik pengobatan alternatif, baik traditional chinese medicine (TCM) maupun klinik tradisional lainnya, belum dapat menyajikan fakta-fakta ilmiah sehingga cenderung berpotensi menyesatkan masyarakat.

"Iklan testimoni itu tidak bisa mewakili bukti ilmiah. Kalau mereka bisa menyodorkan hasil berdasar riset, misalnya berapa ratus pakai obat itu untuk mengatasi kanker dan tidak pakai obat lain ternyata sembuh, ya boleh silakan, kita dukung. Kalau belum, lalu diiklankan besar-besaran di televisi itu sangat menyesatkan," kata Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia itu saat ditemui di Jakarta, pertengahan pekan lalu.

Iklan testimoni ini juga dinilai telah menyalahi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1787 Tahun 2010. Berdasarkan Permenkes yang mengatur iklan dan publikasi pelayanan kesehatan itu dinyatakan bahwa masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan perlu diberi perlindungan dari informasi berupa iklan dan publikasi pelayanan kesehatan yang menyesatkan. Permenkes ini mengandung arti setiap iklan dan publikasi layanan kesehatan harus memuat informasi yang didasarkan atas data berbasis fakta ilmiah, edukatif, serta memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com