Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/09/2012, 16:53 WIB

KOMPAS.com-  Umumnya kita pernah konflik dan terluka. Namun sebagian kita yang terluka tidak tahu bagaimana cara terbaik menangani luka atau memaafkan. Ada dua sikap ekstrim yang kita jumpai. Menyimpan kemarahan alias dendam dan mengabaikan luka alias anggap remeh.

Bagi Anda yang mengampuni dengan cara mengabaikan luka ini tindakan yang sangat berbahaya. Sebab, jenis pengampunan seperti ini justru menghambat seseorang untuk bertobat.

Saya pernah menyimpan kemarahan kepada seorang teman saat masih kuliah dan tinggal di asrama. Saya diremehkan dengan kata-kata teman itu saat makan bersama. Setiap mau tidur, kalimat pelecehan itu terngiang-ngiang. Nyaris kenangan itu selalu mengambil sebagian energi dan waktu saya sebelum tidur.

Sementara itu saya berpura-pura tidak ada masalah dan tetap berteman. Tapi hati saya pahit setiap bertemu dia. Setelah setahun saya memutuskan untuk menyatakan perasaan itu, dan kami pun berdamai. Indahnya rekonsiliasi dan saling memaafkan. Sorry jika judul tulisan ini agak provokatif. Menantang kita tidak sembarangan untuk memberi maaf. Sebab ada pengampunan yang BERISIKO.  Berikut ini contoh dan penjelasan pengampunan berisiko

Pengampunan Berisiko

Inilah contoh ungkapan pengampunan yang berisiko:

1. “Oh..Tidak apa-apa”. Ini adalah sikap menyetujui  perbuatan yang salah atau menyangkal bahwa ada kesalahan.

2. “Ah, ngga masalah kok, Itu bukan hal besar; tidak usah diributkan lagi”. Ini sama saja dengan  mengecilkan kesalahan yang dibuat.

3. “Nggak apa-apa…..Saya tahu kok, kamu dalam keadaan stres akhir-akhir ini.”. Ini sama saja membenarkan apa yang dilakukan orang yang melakukan kesalahan.

Tanggapan lemah seperti diatas benar-benar mengacaukan dan membengkokkan berbagai nilai seperti : kebaikan, kemurahan hati dan keadilan. Ini juga memperkuat sikap yang menolak keterbukaan dan pertanggungjawaban.

Sementara itu di sisi  yang lain ada kelompok orang  yang suka menyimpan dendam. Mereka menolak memaafkan. Tidak sudi berlaku baik hati  pada mereka yang pernah melukai. Mereka bertahan sakit hati dan ingin membalas dengan tujuan  mereka yang bersalah merasa (tetap) tersiksa.

Jika kita memilih sikap untuk tidak mengampuni kita bisa menjebak diri sendiri ke dalam empat respon berikut ini: menjadi suka mengkritik, cenderung meremehkan, suka  membela diri dan akibatnya sulit untuk dipulihkan.

Orang yang memendam dendam meracuni  diri sendiri.  Sebab kemarahan dan sakit hati yang kita simpan itu akan menular. Membuat emosi tidak nyaman, pikiran kacau bahkan hinggga bisa membuat badan sakit. Anda membayar harga yang terlalu mahal untuk sebuah dendam.

Virus Dendam

Sebelum Papa kami bertobat, bertahun-tahun ia tidak bicara dengan Abang kandungnya. Menyimpan kemarahan karena perbedaan pendapat. Mereka menolak saling bertemu. Kalau bicara selalu negatif, dan masing-masing membenarkan diri dan menyerang saudaranya.

Untunglah suatu hari Papa mengalami sentuhan kasih Tuhan, dia pergi ke rumah abangnya yang sedang sakit serius. Untuk berdamai dengan abangnya. Sejak itu hati Papa lebih damai, dan bersikap positif terhadap saudaranya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com