Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/09/2012, 14:20 WIB

Meskipun sudah lama dipakai oleh masyarakat, tetapi obat tradisional masih terpinggirkan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Dibandingkan dengan China, India, atau Korea, yang pengobatan herbalnya berdampingan dengan pengobatan modern, di tanah air pengobatan herbal masih dianggap sebagai pengobatan alternatif.

Guru Besar Tetap Ilmu Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, Maksum Radji, menjelaskan, pendekatan obat tradisional memang berbeda dengan obat medis. Apabila obat herbal dilakukan standarisasi sesuai dengan pedoman pengembangan obat secara ilmiah, maka bisa dimanfaatkan dalam pengobatan modern.

"Itu berarti perlu melalui berbagai tahapan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah, mulai dari uji praklinik dan uji klinik," kata Prof.Maksum.

Upaya untuk mengintegrasikan pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan sebenarnya sudah dicanangkan mantan Menteri Kesehatan Almarhum Endang Sedyangingsih melalui program saintifikasi jamu.

Menurut penjelasan Abidinsyah, saat ini sudah ada 40 rumah sakit pemerintah dan 219 puskesmas yang memberi pelayanan kesehatan tradisional, alternatif, dan komplementer terintegrasi.

Integrasi pengobatan tradisional ke dalam sistem kesehatan terpadu, menurut Prof.Maksum, akan mempercepat penggunaan obat herbal yang tepat dan aman. Untuk itu diperlukan langkah-langkah strategis yang didukung oleh pemerintah, misalnya membuat model klinik herbal yang terintegrasi, dimana dalam pelayanan tersebut ada beberapa tenaga kesehatan yang bekerja memberikan pelayanan pada pasien.

Di dalam model klinik tersebut ada dokter yang menekuni herbal medik, ada apoteker spesialisasi obat herbal sehingga diagnosis dan pemberian obat herbal yang diberikan betul-betul dapat dimonitor oleh pada tenaga kesehatan yang kompeten, baik  dosis, efek obat maupun efek sampingnya.

"Bila model klinik herbal ini berhasil, perlu terus menerus dikembangkan di beberapa rumah sakit, sejalan dengan program saintifikasi jamu yang dicanangkan oleh pemerintah," papar peneliti terbaik Universitas Indonesia ini.

Produsen juga harus dipacu untuk meningkatkan status produknya menjadi obat herbal terstandar atau fitofarmaka untuk meyakinkan keamanan produknya. Dengan demikian profil penelitian obat herbal di Indonesia harus mulai ditingkatkan dari penelitian biomedik ke penelitian klinik.  

"Hal ini memang merupakan tantangan tersendiri baik bagi para peneliti obat herbal maupun produsen jamu, karena proses uji klinik itu membutuhkan biaya investasi yang cukup besar," katanya.

Ke depan, Indonesia memang harus berani memulai penelitian obat tradisional agar lebih aman digunakan dan tidak didahului dan justru dipatenkan oleh bangsa lain.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com