Saya belakangan ini mendapatkan dua pasien yang baru saja berkunjung ke seorang hipnoterapis. Pasien saya mengatakan bahwa hipnoterapist berinisial ID ini mempunyai website dan berpraktek di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Kalau dari brosur yang dibawa oleh pasien, ibu ini bukanlah dokter, tetapi bergelar ST dan gelar hipnoterapi yang begitu panjang.
Paket-paket terpampang di sana, harganya lumayan mahal untuk konsultasi yang membutuhkan biaya 1 juta per jam. Selain itu, juga terdapat paket-paket membaca wajah dan lain-lain.
Bagi saya, tidak masalah pasien datang ke hipnoterapis untuk membantu diri mereka. Tetapi, ketika seorang hipnoterapis yang bukan bergelar dokter lalu menyarankan pasien untuk membeli obat yang dituliskan di secarik kertas untuk ditebus di apotek langganan (apotik di Tebet juga) yang dekat praktek si hipnoterapist, ini sangat di luar kewajaran.
Pasien sempat menunjukkan kepada saya "resep" yang berisi racikan obat-obat tertentu yang beberapa di antaranya adalah obat golongan benzodiazepine, antimania, antipsikotik dan antidepresan.
Sayangnya, pula pasien mau untuk membeli obat ini juga dan dilayani oleh si apotek langganan. Pasien sempat bercerita bahwa kertas yang berisikan obat-obat yang disarankan itu sempat dibawa ke apotek lain, namun tidak diterima. Oleh si hipnoterapis maka disarankan untuk ke apotek langganan yang ternyata memang mau menerima "resep" tersebut.
Kalau ditilik, kertas tersebut seperti hanya sebuah daftar belanjaan yang terdiri dari obat-obat dalam dosis miligram yang kemudian dibagi menjadi pagi,siang dan sore cara makannya.
Tidak tercantum nama si hipnoterapis, tanggal dan cara pemberian obat apakah sesudah atau sebelum makan. Saya berharap, hal ini bisa menjadi perhatian para pejabat yang terkait. Bahaya sekali membiarkan seseorang dengan latar belakang non-dokter menyarankan pengobatan kepada pasien.
Sayangnya juga banyak dari masyarakat kita seperti kadang bermain-main dengan pengobatan, kadang memberi obat sendiri tanpa resep adalah salah satu kebiasaan yang membuat praktek seperti ini bisa terjadi. Semoga menjadi keprihatinan kita bersama.
Salam Sehat Jiwa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.