Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Penyebaran Virus ke Masyarakat

Kompas.com - 24/10/2012, 02:32 WIB

Jakarta, Kompas - Penggunaan kondom merupakan upaya menekan penyebaran HIV/AIDS. Namun, upaya ini mendapat penolakan dari sebagian masyarakat karena dianggap mendorong seks bebas.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi seusai menerima kunjungan Direktur Eksekutif Badan PBB untuk AIDS (UNAIDS) Michele Sidibé di Jakarta, Selasa (23/10) sore, mengatakan, jumlah pengidap HIV/AIDS pengguna narkoba jarum suntik bisa ditekan melalui penggunaan jarum suntik steril. Program ini juga kontroversi saat pertama kali dilaksanakan, tetapi kini telah menunjukkan hasil.

Data Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011 menyebut, prevalensi HIV pada pengguna narkoba jarum suntik turun dari 52,4 persen pada 2007 jadi 42,4 persen pada 2011.

Penyebaran HIV melalui hubungan seks justru meningkat. Rendahnya kesadaran pembeli seks untuk menggunakan kondom membuat banyak pasangan pembeli seks yang tak tahu-menahu aktivitas seks pasangannya turut tertular HIV.

Data STBP 2011 menunjukkan, penggunaan kondom baru 14 persen. Padahal, prevalensi pekerja seks, baik laki-laki, perempuan, maupun waria, yang mengidap HIV tinggi, 7-20 persen.

Ini yang membuat makin banyak ibu rumah tangga mengidap HIV/AIDS. Ibu yang mengidap HIV/AIDS rentan menularkan ke bayinya. Komisi Penanggulangan AIDS tahun 2010 mencatat, 41,4 persen pengidap AIDS adalah ibu rumah tangga. Penularan HIV pada bayi 2,16 persen pada 2006 dan naik menjadi 4,7 persen pada 2011. ”Ini menandakan HIV/ AIDS sudah menyebar dari kelompok berisiko tinggi ke masyarakat umum,” ujarnya.

Menurut Nafsiah, pemerintah belum mampu mewajibkan penggunaan kondom pada kelompok berisiko tinggi. Jika tak segera diatasi, masyarakat umum yang terkena HIV/AIDS akan makin banyak.

Prevalensi pengidap HIV di Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara lain. Namun, Indonesia menjadi satu-satunya negara ASEAN dengan pertumbuhan kasus infeksi baru HIV tercepat.

Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan, penggunaan kondom penting untuk mencegah penularan HIV/AIDS. Karena itu, perlu digunakan istilah berbau agama untuk mengganti kondomisasi. Istilah ini telanjur dikonotasikan sebagai legalisasi perzinaan.

Penolakan sebagian tokoh agama terhadap kondom tidak terlepas dari masih rendahnya pemahaman mereka tentang HIV/ AIDS, termasuk pencegahannya. Padahal, mereka dijadikan rujukan masyarakat dalam menyikapi persoalan HIV/AIDS.

Riset Kesehatan Dasar 2010, hanya 11,4 persen penduduk berusia lebih dari 15 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/ AIDS. Pada kelompok umur 15-24 tahun, pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS hanya 16,8 persen.

Dengan pemahaman yang baik, kata Nasaruddin, para tokoh agama diharapkan menjadi pendorong berkurangnya stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap pengidap HIV/AIDS.

Sidibe mengatakan, penolakan sebagian tokoh agama dalam penggunaan kondom untuk menekan penyebaran HIV tidak hanya terjadi di Indonesia. Karena itu, keterlibatan tokoh agama penting untuk menekan pertambahan kasus infeksi baru HIV serta mengakhiri diskriminasi bagi pengidap HIV/AIDS.

Pendidikan seks bagi anak muda juga penting dilakukan untuk membentengi mereka agar tidak terjebak dalam perilaku yang berisiko menularkan HIV/AIDS, mencegah kehamilan dini, dan membuat remaja putri berdaya melindungi diri mereka.

Nafsiah mengakui, pendidikan seks masih sulit dilakukan di Indonesia. Seks masih dianggap tabu dan tidak layak diperbincangkan. Pendidikan seks juga dianggap mendorong remaja melakukan seks bebas.

Meski demikian, pemerintah tetap mendorong segera pemberian pendidikan seks di sekolah. Untuk menghindari pandangan negatif, namanya akan diubah menjadi pendidikan seksualitas, kesehatan reproduksi, atau keterampilan hidup. (MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com