Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serius, Kematian Ibu dan Anak di Indonesia

Kompas.com - 12/11/2012, 08:47 WIB

Namun, keadaan mulai berubah. Menurut Cendrawati Unggu, bidan Desa Katana, Tobelo Timur, kini warga Katana paham jika bersalin maupun anak sakit harus dibawa ke puskesmas atau diperiksa tenaga medis. Sejak dua tahun lalu, kader posyandu dan puskesmas gencar menyosialisasikan hal itu. Apalagi, Puskesmas Tobelo Timur yang letaknya dekat Katana berfungsi tahun lalu.

Kemiskinan dan rawan pangan juga membelit penduduk Nusa Tenggara. Di puncak musim kemarau ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT merilis, 16 dari 20 kabupaten di NTT mengalami rawan pangan.

Adelina Lakbanu (38), yang mengandung anak kesembilan dan tengah hamil tua, ditemui berjualan kayu bakar di tepi jalan Kupang-Atambua, tepatnya di Desa Boentuka, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Kayu itu dikumpulkan suaminya, Anton Lakbanu (46). ”Saya duduk di sini sudah dua hari, tetapi baru laku tiga ikat kayu dengan total harga Rp 15.000,” kata Adelina. Dua anaknya yang kelihatan, Mince (12) dan Stefi (7), tampak kurus kurang gizi.

Uang itu dikumpulkan untuk persalinan. Dari delapan anak yang dilahirkan, tiga orang meninggal. Lima anak yang tersisa semuanya perempuan.

Perempuan jebolan kelas tiga sekolah dasar Boentuka ini mengaku belum memeriksakan kandungan sejak usia kandungan masuk delapan bulan. Ia takut tak mampu bayar pemeriksaan di puskesmas. Keluarga ini sudah dihapus dari daftar warga miskin penerima raskin per Juni 2012.

Selama ini Adelina melahirkan anak di rumah, tetapi kali ini ia ingin melahirkan di puskesmas. Alasannya, ia trauma akan nasib tetangganya, Marta (41), yang meninggal Agustus lalu. Marta mengalami kesulitan persalinan. Meski sempat dibawa ke RSUD Soe, Marta tidak tertolong. Anak Marta meninggal dua hari setelah kematian Marta.

Kematian di kota

Meningkatnya AKI di Jawa Timur ataupun Surabaya terjadi akibat keterlambatan petugas merujuk ke rumah sakit atau puskesmas terdekat.

Dokter spesialis kebidanan dan kandungan di Rumah Sakit Umum dr Soetomo, Surabaya, Agus Sulitiyono, mengatakan, kebanyakan petugas kesehatan di kelurahan atau kecamatan memberi rujukan ke rumah sakit pemerintah karena pertimbangan biaya. ”Padahal, banyak rumah sakit swasta yang dilewati pasien ketika dalam perjalanan menuju rumah sakit pemerintah,” kata Agus, Jumat (9/11).

Menurut Agus, seharusnya petugas kesehatan memberi rujukan ke fasilitas kesehatan terdekat, baik milik swasta maupun pemerintah untuk penanganan gawat darurat. Setelah masa kritis terlewati, pasien dapat dirujuk ke rumah sakit pemerintah.

Dari pengalaman, Agus mengungkapkan, penyebab utama kematian ibu adalah tekanan darah tinggi saat kehamilan (preeklamsia), perdarahan saat persalinan, dan gangguan jantung yang menyertai saat persalinan.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu Hindarini, Kamis (8/11), banyak ibu belum sadar pentingnya pemeriksaan selama kehamilan. Mereka baru datang ke tenaga kesehatan saat persalinan sehingga jika ada kelainan tidak bisa terdeteksi sebelumnya. Keterbatasan ekonomi menyebabkan asupan makanan ibu hamil sering terabaikan. Akibatnya, bayi lahir dengan berat badan rendah (kurang dari 2.500 gram).

Di Jakarta, akses kesehatan bagi ibu dan anak terkendala masalah administrasi. ”Di daerah ini warga sebagian pendatang, terkadang tidak punya KTP Jakarta dan kartu keluarga (KK),” ujar Emiliana, kader Posyandu Pisang Raja Garing di RT 003 Kampung Kemandoran Pluis.

Kalaupun ada KTP Jakarta dan KK, yang tercantum hanya nama kepala keluarga (suami) dan anak. Para istri tidak tercantum karena mempertahankan KTP desa asal untuk menjaga hak kepemilikan tanah dan rumah mereka di desa. Laki-laki mengurus KTP Jakarta dan KK untuk kepentingan kerja dan sekolah anak.

Ketidaklengkapan kartu identitas sebagai syarat administrasi itu kerap menjadi persoalan bagi perempuan keluarga miskin untuk mengakses fasilitas kesehatan secara gratis. (RWN/APA/KOR/ADH/INE/ILO/ATK)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com