Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orientasi Keluarga Berencana Berubah

Kompas.com - 24/11/2012, 03:37 WIB

Jakarta, Kompas - Keluarga berencana sejatinya program pembangunan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Akan tetapi, orientasi pembangunan KB saat ini berubah. KB hanya dimaknai sebagai upaya pengurangan jumlah kelahiran, bukan investasi sumber daya manusia.

”Kini KB dimaknai sebagai upaya mendorong makin banyak orang menggunakan kontrasepsi,” kata mantan Menteri Kependudukan/Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Haryono Suyono di Jakarta, Jumat (23/11).

Dulu, KB merupakan upaya memotong rantai kemiskinan. Petugas lapangan KB tidak hanya bicara soal lokasi layanan dan manfaat KB, tetapi juga me- ngoordinasi pelatihan keterampilan keluarga, pemberian bibit tanaman, hingga membuka akses permodalan untuk usaha.

Setelah KB tak lagi jadi primadona, berbagai upaya pemberdayaan keluarga terpisah-pisah. Berbagai program itu seharusnya disatukan dengan upaya mendorong penggunaan kontrasepsi untuk mengurangi tingkat kemiskinan.

Haryono menambahkan, upaya mendorong penggunaan kontrasepsi tak perlu terjebak dalam urusan jender, apakah istri atau suami yang menggunakan kontrasepsi. Pilihan kontrasepsi adalah putusan keluarga.

Karena itu, meskipun peserta KB pria di Indonesia rendah, tak perlu mendorong pria menggunakan kontrasepsi dengan memberi iming-iming hadiah dan memasukkan dalam Museum Rekor Indonesia seperti yang dilakukan di sejumlah daerah.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menyebut, hingga Oktober 2012 ada 76,69 persen dari 46,3 juta pasangan usia subur jadi peserta aktif KB. Ada 1,3 juta laki-laki dan 34,2 juta perempuan menggunakan alat kontrasepsi.

Pertumbuhan ekonomi

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Ascobat Gani mengatakan, di era desentralisasi, pemerintah perlu meneguhkan komitmen politik terhadap KB. Komitmen ini diwujudkan dalam dukungan anggaran, kelembagaan, dan sumber daya manusia untuk merevitalisasi program KB. ”KB tidak hanya mengurangi jumlah kelahiran, tetapi upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia,” katanya.

Hal ini belum banyak dipahami pemerintah daerah. Sejumlah pemimpin daerah justru mendorong kelahiran tinggi dengan alasan wilayah masih luas dan penduduk sedikit.

Pengabaian KB sama dengan menabung bencana dan beban di masa depan. Lonjakan jumlah penduduk akan meningkatkan anggaran pendidikan, jaminan kesehatan, serta mengurangi tabungan keluarga. ”Hal ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Paradigma KB perlu diubah, bukan hanya untuk pasangan suami-istri dewasa, melainkan juga pasangan muda. Bonus demografi membuat jumlah pasangan muda meningkat. Keberhasilan pembangunan akan meningkatkan kesejahteraan warga. Namun, program KB bagi pasangan muda dan kelompok menengah ke atas belum tergarap.(MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com