Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Akan Digugat Soal Rokok

Kompas.com - 19/12/2012, 05:40 WIB

Jakarta, Kompas - Penetapan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Zat Adiktif Tembakau bagi Kesehatan terkatung-katung. Janji presiden pada Agustus 2012 untuk segera menandatangani RPP tak kunjung terbukti. Para aktivis kesehatan kini menjajaki pengajuan gugatan.

”Dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan diamanatkan, dalam waktu setahun harus dikeluarkan peraturan pemerintah. Ini sudah di penghujung 2012, tidak jelas kapan RPP ditandatangani,” kata Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Selasa (18/12), di Jakarta. Pihaknya memberi batas toleransi hingga akhir Desember 2012. Jika belum disahkan presiden, pihaknya akan menggugat presiden di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Tulus mengemukakan, penyusunan dan penetapan RPP merupakan tanggung jawab pemerintah. Dalam sumpah dan janji saat dilantik, presiden tidak akan melakukan tindakan menyalahi undang-undang.

Seperti dilansir Kantor Berita Antara 1 Agustus 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seusai rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat memastikan akan menandatangani RPP itu. Presiden menyatakan, pembahasan RPP masuk tahap final.

Namun, hingga kini prosesnya tidak kunjung selesai. Presiden dinilai membiarkan pembahasan RPP itu berlarut-larut.

”Kami menjajaki pengajuan class action dengan mengedepankan korban-korban dari Asosiasi Korban Rokok,” ujar Tulus.

Rohani Budi Prihatin dari Pusat Pengkajian, Pengelolaan Data, dan Informasi (P3DI) DPR mengemukakan, ketidaktaatan presiden terhadap UU bisa dipersoalkan DPR. ”DPR bisa mengajukan gugatan kepada MK (Mahkamah Konstitusi). Jika MK menyatakan presiden bersalah, DPR bisa menyurati MPR untuk proses lebih lanjut,” paparnya.

Terhambat

Widyastuti Soerojo dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang juga Koordinator Pengembangan Peringatan Kesehatan di Kemasan Rokok dari RPP menuturkan, RPP itu sejak Agustus 2012 terhenti di Kementerian Keuangan. Padahal, dari Kemenkeu, RPP masih harus diajukan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta Kementerian Hukum dan HAM. Sebelumnya, Menteri Kesehatan, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, dan Menteri Perindustrian telah menyetujuinya.

Ia menyayangkan, RPP yang bertujuan meningkatkan kesehatan masyarakat itu kini kental nuansa politik. Ia merujuk fakta bahwa RPP kesehatan itu membutuhkan tanda tangan Menko Polhukam.

Widyastuti mengatakan, salah satu yang utama dari RPP adalah peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok seperti diamanatkan UU Kesehatan. Selain itu memberikan perlindungan kesehatan non-perokok dari asap rokok. ”Tak ada larangan merokok sepanjang tak mengasapi orang lain. Tak ada pula larangan menanam tembakau,” ujarnya.

Terkait peringatan bergambar, ia menunjukkan beberapa eksportir rokok dari Indonesia telah melakukannya. Sebagian bungkus rokok diberi gambar berbagai penyakit dan dampak negatif dari asap rokok. ”RPP ini mengatur sesuatu yang sudah dilakukan pabrik rokok untuk ekspor,” kata Widyastuti. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com