Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/12/2012, 17:27 WIB

KOMPAS.com – Mereka yang mengalami depresi atau tekanan psikologis tampaknya memiliki kadar C-reactive protein (CRP) yang lebih tinggi dari batas normal, demikian menurut hasil temuan para ahli dari Denmark.

CRP sebelumnya juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung. CRP adalah protein plasma yang diproduksi oleh hati sebagai reaksi dari adanya infeksi, luka, dan proses inflamasi. Kadar tinggi CRP menunjukkan adanya peradangan di dalam tubuh. Karena penyakit jantung terjadi akibat adanya peradangan di dinding arteri, CRP dapat digunakan sebagai penanda umum risiko penyakit jantung. 

"Orang dengan kadar CRP tinggi memiliki dua sampai tiga kali lipat risiko depresi," kata pemimpin peneliti Dr. Borge Gronne Nordestgaard, dari Copenhagen University Hospital.

Namun Nordestgaard menekankan, kadar CRP yang tinggi belum berarti menjadi penyebab depresi. Begitu pula dengan menurunkan kadar CRP belum tentu dapat mengobati depresi.

Nordestgaard menjelaskan, kadar CRP yang tinggi di dalam darah berhubungan dengan gaya hidup tidak sehat, obesitas, dan penyakit kronis. Maka pada saat melakukan penelitian, timnya juga memperhitungkan faktor-faktor ini.

Studi yang dimuat dalam Archives of General Psychiatry edisi Desember ini mengkaji data dari lebih dari 73.000 dewasa yang tinggal di kota Kopenhagen. Orang-orang ini dilaporkan mengonsumsi obat antidepresan, bahkan dirawat karena depresi.

Para peneliti menemukan, mereka yang mengomsumsi obat antidepresan memiliki kadar CRP tiga kali lebih tinggi daripada orang yang tidak. Selain itu, peningkatan kadar CRP dikaitkan pula dengan lebih besarnya kemungkinan dirawat karena depresi.

Namun, tidak semua ahli sependapat dengan analisa Nordestgaard, karena pengaruh CRP pada depresi masih belum jelas.

“Dengan kata lain, hasil penelitian ini belum dapat menjelaskan mekanisme yang menghubungkan CRP dengan depresi,” kata Simon Rego, direktur pelatihan psikologis di Montefiore Medical Center/Albert Einstein College of Medicine, New York.

Dr. Bryan Bruno, kepala bagian psikiatri di Lenox Hill Hospital, New York City, sepakat dengan hasil studi ini, meskipun ia belum yakin adanya hubungan yang kuat antara depresi dan CRP. “Bagaimanapun, hasil studi ini mengingatkan kita tentang adanya dasar biologis dari depresi,” katanya.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com