Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/02/2013, 11:00 WIB

KOMPAS.com - Beberapa malam lalu, saya mendapat sejumlah pasien dengan curiga demam berdarah. Mereka datang dengan demam rata-rata sudah lebih dari 3 hari dan trombosit sudah turun kurang dari 150.000. Mereka umumnya sudah ke dokter. Ada yang sudah hari ke-6 demam tetapi belum periksa darah.

Apa yang saya temui di tempat bekerja juga saya rasa sama dengan rumah sakit lain yang ada di Jakarta ini. Melihat kondisi ini, masyarakat dan dokter harus waspada bahwa demam berdarah mulai mengancam Jakarta setelah 1-2 minggu dilanda banjir besar dan ini akan berlangsung beberapa minggu ke depan. Bahkan, ada satu pasien yang bercerita bahwa tetangganya meninggal karena penyakit demam berdarah pada beberapa hari yang lalu. Sebenarnya, semakin dini diketahui, makin mudah ditangani dan tidak mudah jatuh ke berbagai komplikasi seperti syok dan perdarahan yang lebih sulit ditangani.

Penyakit demam berdarah merupakan penyakit endemis di Indonesia dan kasus demam berdarah dapat kita temukan sepanjang tahun. Oleh karena itu, sebaiknya masyarakat dan dokter juga sudah paham dan dapat mengenali kasus demam berdarah dengan waktu cepat. Kita berharap kasus-kasus demam berdarah tak datang terlambat ke rumah sakit. Karena makin terlambat, semakin susah untuk ditangani. Saat ini demam tinggi mendadak yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia terutama di Jakarta harus dicurigai demam berdarah sebagai penyebabnya.

Kenali penyakit demam berdarah

Saat ini, gejala klinis demam berdarah cukup bervariasi. Demam yang timbul bisa secara terus menerus, bisa naik turun dan bisa hanya 1-2 hari saja. Oleh karena adanya demam yang mendadak, perlu diwaspadai kemungkinan penyakit demam berdarah sebagai penyebabnya.

Kriteria diagnosis yang masih digunakan untuk mendiagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah yang ditetapkan WHO. Menurut WHO, secara klinis jika seseorang terinfeksi dengan virus dengue sebagai penyebab penyakit Demam berdarah bisa tanpa gejala maupun dengan gejala. Yang bergejala dibagi 2 lagi yaitu Demam Dengue (DD) dan Dengue Haemorhagic Fever (DHF). Pasien dengan DHF biasanya dengan gejala yang lebih berat dan gejala perdarahan yang lebih jelas.

Diagnosis kasus DBD ditegakkan jika terdapat demam atau riwayat demam akut terjadi dalam 2-7 hari terakhir biasanya bifasik.  Saat ini sesuai dengan klasifikasi WHO terakhir yang diterbitkan pada tahun 1997: derajat berat ringannya DHF dibagi menjadi empat. Berat ringannya penyakit ini didasarkan atas perdarahan yang terjadi, serta ada tidaknya gangguan sistim sirkulasi darah pada saat pasien tersebut masuk rumah sakit. Semakin berat kondisi pada saat masuk semakin tinggi derajat sakitnya dan tentunya hal ini berhubungan dengan terjadinya kematian pada pasien tersebut.

Selain demam  tinggi yang mendadak, pasien kadang kala juga merasakan gangguan pada pencernaan berupa nyeri di ulu hati, mual bahkan muntah, nyeri perut serta susah buang air besar, diare pun bisa ditemukan pada 5-6 % kasus DBD.

Selain gangguan pada pencernaan, pasien dengan DBD juga bisa disertai keluhan kepala pusing seperti melayang, pegal dan rasa nyeri di otot. Pada penyakit DBD yang berat setelah 2-5 hari demam dapat terjadi manifestasi perdarahan, baik berupa bintik merah pada kulit terutama di tangan, kaki dan dada, mimisan, gusi berdarah bahkan sampai muntah darah. Bahkan, jika terlambat bisa saja pasien datang sudah dalam keadaan syok ditandai dengan tekanan darah yang turun, ujung-ujung kaki dan tangan menjadi dingin, nadinya menjadi cepat. Kondisi pasien biasanya lemah dan tidak bertenaga.

Pengobatan

Pengobatan penting dan utama dalam tatalaksana pasien dengan demam berdarah adalah menjaga sirkulasi cairan dengan infus yang cukup dan minum yang banyak. Obat-obatan yang diberikan biasanya hanya bersifat menghilangkan gejala yang muncul.  Jika demam diberikan parasetamol, jika mual diberikan obat anti mual. Tetapi, tentu obat-obat ini diberikan sesuai indikasi dan bersifat sementara sesuai dengan gejala yang timbul.

Bagaimana dengan infus trombosit?

Sebagaimana diketahui, perjalanan penyakit pasien DHF selalu dihubungkan dengan trombosit yang rendah. Kadar trombosit rendah juga menjadi patokan kapan pasien harus dirawat. Sebenarnya, selain trombosit rendah, darah yang semakin pekat (hemokonsentrasi) ditandai hematokrit yang meningkat serta tanda-tanda perdarahan merupakan hal lain yang juga dilihat sebelum memutuskan apakah pasien perlu dirawat atau tidak. Trombosit biasanya tidak berhubungan langsung dengan terjadinya perdarahan. Pasien-pasien dengan trombosit di bawah 10.000 pun bisa saja tanpa perdarahan. Trombosit yang rendahpun tidak otomatis harus dinaikkan dengan transfusi trombosit.

Pengalaman penulis dalam merawat pasien dengan DBD biasanya trombosit akan naik dengan sendirinya setelah hari ke-7 sejak mulai terjadinya demam.  Selama perawatan, apabila tidak terjadi syok atau perdarahan masif,  cairan infus yang diberikan yaitu cairan kristaloid  seperti cairan ringer laktat atau ringer asetat  yang diberikan  untuk menjaga agar volume cairan didalam pembuluh darah tetap baik.

Mudah-mudahan informasi ini mengingatkan kita semua akan bahaya penyakit Demam Berdarah  yang selalu menghantui kita dan jumlah kasusnya dapat meningkat jika kita LENGAH. Bagi pemerintah dan masyarakat, pemberantasan sarang nyamuk sudah menjadi menjadi keharusan untuk terus menerus dilakukan.

Dr. Ari Fahrial Syam
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com