Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penderitaan yang Tak Berujung

Kompas.com - 07/02/2013, 02:37 WIB

Asep Supriadi (24), karyawan perusahaan swasta di Kota Bandung, Rabu (6/2), terlambat masuk kantor akibat terjebak banjir Sungai Citarum di Baleendah dan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dia baru tiba di kantornya sekitar pukul 08.00, padahal sejak pukul 05.45 sudah berangkat dari rumahnya di kawasan Banjaran, sekitar 17 kilometer selatan Kota Bandung.

Perjalanan lebih dari dua jam itu merupakan penderitaan tersendiri karena ia harus memutar ke Bojongsoang, Buahbatu, lalu masuk Kota Bandung dari arah tenggara. Ribuan pengendara terjebak antrean lalu lintas yang sangat panjang dan melelahkan. Saat normal perjalanan ngantor, Asep hanya memerlukan waktu paling lama 45 menit. Tak hanya Asep, Mang Udin dan ribuan pelaju yang bekerja di Kota Bandung juga tersiksa oleh perjalanan pagi tersebut.

Penderitaan itu belum termasuk ribuan korban banjir yang rumahnya terendam hingga langit-langit rumah. ”Selasa sore air baru sebatas betis (sekitar 30 sentimeter), Rabu pagi sudah sampai dada (1,5 meter),” ujar Nandang Suhendar (29), petugas satpam yang tinggal di perkampungan Dayeuhkolot, Bandung selatan. Itulah penderitaan rutin yang tidak berujung bagi ribuan penduduk akibat rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum (269 kilometer).

Setelah banjir, penderitaan penduduk makin berkepanjangan sebab air limbah kimia berbahaya yang dibuang ratusan pabrik ke Sungai Citarum menimbulkan berbagai penyakit. Air kotor yang mengalir ke perairan umum itu masih digunakan warga untuk minum, mandi, cuci, dan kakus.

Tidak hanya DAS Citarum, sebanyak 40 DAS di Jabar saat ini sebagian besar atau sekitar 75 persen telah rusak dan makin kritis. DAS Cimanuk dan Citanduy yang tergolong sungai besar juga dalam kondisi kritis. Tata guna lahan yang tak sesuai aturan menimbulkan sedimentasi lumpur berat menyebabkan banjir sepanjang tahun. Lumpur Citanduy mengancam keberadaan laguna terbesar di Indonesia, Segara Anakan.

Ketua Forum Daerah Aliran Sungai Ciwulan, Citanduy, dan Cilangla Eet Riswana mengatakan, kerusakan mulai terjadi di daerah hulu di sekitar Gunung Cakrabuana, Kabupaten Tasikmalaya, dan berlanjut di sekitar DAS yang melintasi delapan kota dan kabupaten di Jabar dan Jawa Tengah. Penyebab utamanya alih fungsi lahan untuk dijadikan permukiman dan areal pertanian.

Tidak terkendali

Mengutip data Forum DAS Ciwulan, Citanduy, dan Cilangla, aliran Sungai Citanduy sepanjang 170 kilometer dengan lebar rata-rata 20 meter dan kedalaman 15 meter. Namun, lebar dan kedalaman di beberapa daerah terus berubah karena tingkat sedimentasi yang tinggi.

”Diperkirakan sekitar 5 juta lumpur masuk ke Citanduy setiap tahunnya. Selain dari aliran utama, sedimentasi itu dipicu kerusakan lingkungan di enam anak sub-DAS, yaitu Sungai Citanduy Hulu, Cijolang, Cikawung, Cimuntur, Ciseel, dan Sungai Segara Anakan,” katanya.

Eet yakin sedimentasi berat itu menjadi penyebab utama terjadinya banjir setiap tahun di Tasikmalaya. Terakhir banjir merendam sedikitnya 250 rumah di Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya. Hal itu dipicu jebolnya dua tanggul di aliran Sungai Cikidang dan Sungai Citanduy sejak Minggu (27/1), sekitar pukul 20.00.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com