Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jenis-jenis Nyamuk

Kompas.com - 22/02/2013, 02:52 WIB

Oleh ANDRÉ MÖLLER

Pada suatu saat di sebuah negara nan jauh seorang anak bertanya kepada bapaknya: ”Pak, hewan apa yang paling berbahaya di dunia ini? Hewan apa yang paling menakutkan?” Tanpa perlu waktu untuk merenungkan masalah ini lebih lanjut, si bapak dengan segera menjawab, ”Nyamuk, Nak. Nyamuk.” Setelah memelototi bapaknya beberapa saat seolah-olah dia kehilangan akal sehatnya, si anak terjatuh saking keras tertawanya.

Ia, yang pasti berharap akan beroleh cerita tentang ular panjang, laba-laba mistis, kuda nil ganas, atau setidaknya harimau galak, hanya disuguhi jawaban nyamuk. Sesudah pulih dari serangan ketawanya, si anak pun menyuguhkan pandangan sinis kepada bapaknya yang, seperti semestinya, merasa seperti pecundang terbesar di mata anaknya.

Sebagaimana sudah diketahui, nyamuk memang hewan yang mengakibatkan paling banyak kematian manusia setiap tahun di dunia ini. Harimau, singa, dan kuda nil masing-masing hanya menewaskan beberapa ratus orang setiap tahun, dan buaya pun masih kurang dari dua ribu orang. Ular memang menghabiskan banyak nyawa manusia setiap tahun (bahkan, barangkali lebih dari seratus ribu), tapi nyamuk masih jadi dalang di belakang kematian jutaan orang. Nyamuk tidak menyia-nyiakan sebuah kesempatan untuk mengganggu setiap orang yang mencoba menikmati secangkir kopi hangat sembari matahari tenggelam di belakang pepohonan. Mereka juga tidak enggan menyebarkan berbagai penyakit mematikan kepada umat manusia. Guna nyamuk ini rupanya tidak banyak, atau bahkan nihil.

Tidak salah kalau para pembaca sekarang bertanya-tanya dalam hati: apa hubungannya dengan bahasa, mengingat ini sebuah kolom bahasa? Baru-baru ini saya temukan sebuah ucapan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa yang sebelumnya belum saya kenal. Sebab ucapan itu melibatkan kata nyamuk, maka mungkin tidak salah kalau kami berprasangka bahwa ucapan itu agak merendahkan martabat yang jadi sasaran ucapan tersebut.

Ucapan itu adalah nyamuk pers dan merujuk pada orang-orang yang menghasilkan koran yang Anda pegangi sekarang, yakni para wartawan. KBBI tidak memberi penilaian atas ucapan itu, tetapi hati nurani saya dengan keras mengatakan bahwa nyamuk pers itu bukan istilah terhormat atau gelar yang sering tertera di kartu nama para wartawan. Jarang juga kami mendengar orangtua membanggakan anaknya dengan mengatakan, ”Setelah bekerja keras, si Anu sudah jadi nyamuk pers sekarang, lo.”

Mendengar istilah nyamuk pers ini, dalam benak saya muncul gambaran berisi puluhan wartawan yang mengerumuni dan menyerbu sasarannya, tanpa mengindahkan keinginan atau maksud sasaran tersebut. Dengan kata lain, penenggelaman matahari si sasaran itu terusik oleh para nyamuk besar. Dengan menggunakan analogi bahasa, saya mau mengusulkan beberapa nyamuk yang lain. Yang pertama, nyamuk toko yaitu para penjual yang memenuhi gang-gang di toko swalayan dengan tugas (saya tebak) mengganggu kenyamanan pembelanja. Yang kedua, nyamuk Malioboro, yakni para penjual batik di sepanjang jalan wisata itu yang tidak membiarkan, tapi malah membuntuti dan mengganggu para turis yang ingin menikmati kota yang konon berhati nyaman itu. Yang ketiga, nyamuk antrean yaitu orang-orang yang entah mengapa tidak mampu mencari tempatnya yang benar dalam sebuah garis antrean. Selain tiga contoh ini, masih banyak ”nyamuk” yang bisa kami temukan (seperti nyamuk lalu lintas, nyamuk pantai, nyamuk televisi, dan sebagainya).

O, ya, sejujurnya, ada satu hewan yang bisa membuat saya lebih takut daripada nyamuk. Hewan itu adalah tikus. Politikus.

André Möller Penyusun Kamus Swedia-Indonesia, Tinggal di Swedia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com