Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/02/2013, 06:32 WIB

Jakarta, Kompas - Jumlah penderita kanker serviks di Indonesia semakin tinggi. Promosi kesehatan dan deteksi dini menjadi prioritas untuk mencegah dan menangani penyakit.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, tiap tahun sekitar 15.000 kasus kanker serviks (leher rahim) ditemukan di Indonesia. Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus kanker serviks tertinggi di dunia.

Kanker serviks ditandai dengan tumbuhnya sel-sel tidak normal pada leher rahim. Diperkirakan 90 persen kanker leher rahim disebabkan human papillomavirus (HPV). HPV menyerang kulit dan membran mukosa pada manusia dan hewan.

Menular dan berkembangnya HPV disebabkan, antara lain, hubungan seks pada usia muda (di bawah 18 tahun), perilaku seks berisiko, merokok atau terpapar asap rokok (pada perokok pasif), dan kurang menjaga kebersihan.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nafsiah Mboi menyampaikan, promosi perilaku hidup bersih dan sehat masih relevan untuk dilakukan guna mencegah kanker serviks.

”Ini bentuk pembangunan kehidupan sehat yang utama mulai dari diri sendiri dan keluarga,” kata Nafsiah saat membuka seminar dalam rangka Hari Kanker Sedunia bertajuk ”Tahukah Anda tentang Kanker?” di Jakarta, Kamis (21/2).

Diagnosis dini, kata Nafsiah, dilakukan untuk mempercepat pengobatan dan penanganan penyakit. Kanker serviks bisa diobati, yang terpenting dideteksi secara dini sehingga langkah- langkah penanganan bisa dilakukan sesegera mungkin.

Menurut Nafsiah, hal ini juga berlaku bagi kanker lain. Terhadap leukemia yang sering diderita anak-anak, Nafsiah meminta orangtua untuk memerhatikan gejala yang timbul pada anak-anak. Gejala itu, antara lain, pucat, lemah, nafsu makan turun, demam tanpa sebab, dan perdarahan spontan. (K01)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com