Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penderita Lupus Keluhkan Mahalnya Obat

Kompas.com - 08/03/2013, 19:06 WIB
Tjahja Gunawan Diredja

Penulis

 JAKARTA, KOMPAS.com — Mahalnya harga obat dan biaya berobat di Indonesia  sering kali membuat para odapus (orang dengan lupus) kecewa karena mereka tak sanggup menebus resep di apotek dan melanjutkan pengobatan. Apalagi jika obat yang biasa dikonsumsi dan berharga murah tiba-tiba hilang di pasaran dan sulit didapatkan tanpa kejelasan apa pun. Alternatif obat pengganti memang ada, tetapi harganya lebih mahal.

Dalam kaitan itu Yayasan Syamsi Duha (SDF) menginisiasi pertemuan dan rapat dengan Komisi IX DPR, Jumat. "Belum lagi jika harus dirawat di rumah sakit atau harus menjalani tindakan operatif. Yang mampu pun menjadi tidak mampu, apalagi yang memang kondisinya berada dalam ketidakmampuan secara finansial," kata Dian Syarief, Ketua Syamsi Duha Foundation (SDF).

Syamsi Dhuha Foundation (SDF) adalah LSM nirlaba peduli lupus. "Ini merupakan perjuangan panjang sejak tahun 2006. Kala itu SDF kumpulkan 1.500 tanda tangan peduli lupus untuk mengupayakan jalur obat murah bagi Odapus dan kemudian dibawa beraudiensi ke Menkes saat itu," ujar Dian Syarief.

Sempat ada obat lupus berharga mahal yang bisa masuk skema Askes sehingga meringankan odapus/keluarganya yang PNS. "Namun, ganti pejabat seringkali diiringi pula dengan ganti kebijakan. Sementara para odapus dan keluarganya hanya bisa menjadi penonton, elus dada, dan gigit jari. Lupus adalah sebuah pekerjaan besar yang butuhkan kepedulian berbagai pihak. Sebuah ikhtiar tanpa henti untuk bisa survive, hadapi penyakit seribu wajah dengan fenomena gunung es ini, " tutur Dian Syarief.  

Tentu Dian tak berjuang sendiri karena perjuangannya selama ini didukung penuh oleh para dokter pemerhati lupus (DPL) dan para relawan yang mengikhlaskan diri menjadi jembatan kebajikan bagi sesama. Kali ini saat bergerak ke DPR pun, dua unsur tadi menjadi pendukung utama.

"Sebagai penyakit kronis yang belum diketahui pasti penyebabnya, lupus membutuhkan terapi berkesinambungan dalam waktu lama, bahkan seumur hidup penyandangnya. Putus obat dapat meningkatkan aktivitas penyakit, bahkan menyebabkan kematian. Namun, berdasarkan pengalaman yang terjadi di lapangan, sering ditemui Odapus yang terpaksa harus menghentikan pengobatan karena ketidaktersediaan obat dan keterbatasan biaya", ungkap dr Rachmat Gunadi SpPD-KR, wakil DPL. 

Lebih jauh dr Shiane Hanako, Manajer SDF, menjelaskan  "Atas permasalahan yang ada, SDF memilih untuk berfokus pada solusi daripada berkutat pada masalah itu sendiri."

Pada kesempatan itu, Shiane Hanako memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, mengubah kebijakan obat standar lupus off label menjadi obat yang diindikasikan juga untuk terapi lupus. Kedua, membuat prosedur dan kebijakan agar hydroxychloroquin tersedia di Indonesia, diawali dengan impor obat jadi terkait kebutuhan yang mendesak. Selanjutnya diproses kebijakan agar dapat memproduksi sendiri di dalam negeri.

Ketiga, perlu ada subsidi harga obat lupus. Keempat, membuat jalur khusus untuk efisiensi dan efektivitas distribusi melalui program Jasuspus (Jalur Khusus Obat Lupus). Keempat, menyelenggarakan Jampelpus (Jaminan Pelayanan Pengobatan Lupus), yaitu sistem pelayanan pengobatan Lupus sebagai satu kesatuan dengan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Dalam rapat dengan DPR tersebut, juga hadir Odapus lainnya yakni Syafiah Sifa (27 tahun, PNS), Faniza Fatma Astika (20 tahun, mahasiswi).

"Kami berdua ada di tempat ini mewakili teman-teman seperjuangan kami di seluruh Indonesia yang kondisinya beragam. Ada yang mungkin sudah remisi (tak pakai obat lagi), ada yang Lupus-nya sedang aktif dan perlu dirawat di RS atau rawat jalan. Kami ingin menyampaikan jeritan hati para sahabat Odapus dan keluarganya di berbagai pelosok daerah yang tercekik karena tingginya harga obat lalu putus obat dan akhirnya tak terselamatkan jiwanya. Setiap ada sahabat Odapus yang wafat, kami bertekad untuk teruskan perjuangannya dan berharap satu saat nanti akan ditemukan obat Lupus yang aman dan efektif", papar Sifa dan Faniza. "Aku sih berharap selain akan ada obat Lupus yang minim efek samping, harganya juga murah. Jadi tak beratkan keluarga seperti yang sering aku alami saat si Luppy-nya lagi nakal", timpal Faniza.          

Selain wakil DPL, wakil Odapus dan wakil relawan, tim SDF yang dipimpin oleh Ir Irnantio Witoro ini juga diperkuat oleh mitra SDF yaitu wakil dari Direktorat Penyakit Tidak Menular-Kemkes RI dan wakil dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sedang menjajaki kemungkinan kerjasama penelitian lanjutan dari hasil penelitian bahan alam Indonesia sebagai suplemen terapi Lupus.

"Kami berharap akan bertambah terus jumlah peneliti Indonesia yang terlibat dalam program penelitian bermisi kemanusiaan ini yang dapat meningkatkan pula angka harapan hidup Odapus, yang sebagian besar adalah wanita aktif usia produktif 15 - 45 tahun. Kami sangat bersimpati dan berempati pada ikhtiar yang tak kenal lelah ini dan membuka kesempatan hidup yang kedua bagi Odapus", tambah Dr. Ir. Bogie Soedjatmiko Msc, Kabiro Kerjasama dan Pemasyarakatan IPTEK LIPI.  

Di seluruh dunia diperkirakan ada lebih dari 5.000.000 penyandang Lupus dengan pertambahan 100.000 kasus baru setiap tahunnya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan Lupus yang bernama Lengkap Systemic Lupus Erythematosus ini ke dalam golongan Non Communicable Disease (penyakit tidak menular).

"Sebagai relawan Lupus, kami dari ITB '83 berusaha membantu mensosialisasikan Lupus, agar tak ada lagi persepsi yang keliru di masyarakat. Lupus adalah penyakit yang given dan tidak menular. Penyandangnya yang berprofesi sebagai pelajar, mahasiswi, karyawati, guru, dosen, ibu rumah tangga dan wirausahawati ini dapat berkegiatan biasa selama Lupus-nya tak aktif. Mereka masih tetap bisa produktif dan berkarya. Walaupun 90 persen penyandangnya adalah wanita, namun jika pria yang terkena biasanya manifestasinya lebih berat. Semangat berbagi yang kami miliki, kami coba wujudkan pula dalam mendukung program advokasi seperti ini", sambung Ir. Irnantio Witoro mewakili rekan-rekannya.    

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com