Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terapi Tuberkulosis Paru

Kompas.com - 10/03/2013, 03:22 WIB

OLEH DR SAMSURIDJAL DJAUZI

Saya mengalami batuk-batuk hampir tiga minggu dengan sedikit demam. Saya berkonsultasi dengan dokter. Setelah pemeriksaan rontgen dan laboratorium, saya dinyatakan menderita tuberkulosis paru. Bukan hanya tampak kelainan pada rontgen paru, ternyata dahak saya juga mengandung kuman TBC. Sungguh saya amat terkejut. Selama ini saya baik-baik saja.

Saya perempuan berumur 32 tahun dan mempunyai dua anak umur 4 tahun dan 2 tahun. Setahu saya yang berisiko terkena tuberkulosis hanyalah dari kalangan ekonomi lemah. Saya bekerja di bank. Kami sudah punya rumah yang menurut saya cukup sehat. Gizi keluarga juga saya perhatikan. Ternyata saya tetap dapat tertular tuberkulosis dan khawatir kuman TBC saya akan menular pada anak-anak dan suami. Karena itu, saya minum obat TBC secepatnya yang diberikan oleh dokter saya.

Dokter mengatakan, saya direncanakan minum obat tersebut selama enam bulan. Saya patuh dan mulai minum obat. Ternyata batuk saya tidak juga berkurang setelah minum obat tiga hari dan bahkan batuk saya ada darahnya. Saya mengira kejadian tersebut karena obat sehingga obatnya saya hentikan. Namun, batuk saya tetap berdarah. Saya kemudian berkonsultasi kepada dokter saya dan disuruh terus minum obat TBC serta ditambah obat penghenti perdarahan. Hasilnya cukup baik. Setelah sepuluh hari minum obat, batuk saya berkurang dan demam juga hilang. Namun, saya kemudian merasa mual. Dokter memeriksa fungsi hati saya ternyata SGOT dan SGPT saya meningkat tajam.

Menurut dokter, ada kemungkinan karena efek samping obat TBC. Saya disuruh menghentikan beberapa obat dan direncanakan akan dimulai lagi obat TBC yang dihentikan tetapi dengan dosis yang rendah dulu. Kenapa saya mengalami efek samping? Apakah karena penyakit TBC saya sudah parah. Jika dosis obat TBC belum penuh, apakah risiko penularan penyakit kepada anak dan suami saya masih ada?

M di J

Penyakit TBC (tuberkulosis) paru masih sering dijumpai di masyarakat kita. Kuman TBC menular melalui udara, jadi setiap orang dapat tertular jika terhirup kuman TBC.

Dalam pekerjaan kita sering bertemu dengan banyak orang dan ada kemungkinan kita pernah kontak dengan orang yang menderita TBC sehingga tertular. Memang benar risiko tertular TBC lebih besar pada mereka yang tinggal di rumah yang ventilasinya tidak baik dan gizinya kurang. Namun, itu tidak berarti bahwa mereka yang lingkungan hidupnya baik dan gizinya cukup tidak mungkin tertular TBC.

Semua orang bisa tertular TBC. Upaya pencegahan TBC adalah dengan cara menghindari kontak dengan orang yang menderita TBC. Mereka yang menderita TBC pada waktu batuk perlu menutup mulut dan hidung agar butiran ludahnya tidak beterbangan di udara dan menulari orang lain. Terapi TBC juga akan menghilangkan kuman TBC sehingga jika sudah minum obat TBC, risiko menjadi sumber penularan berkurang.

Anak-anak mendapat vaksinasi BCG untuk mencegah tertular TBC. Selain itu, asupan gizinya juga harus dijaga agar tetap baik. Selama dahak Anda masih mengandung kuman TBC, risiko menularkan kepada orang lain masih ada. Karena itu, Anda perlu mengamalkan cara batuk yang aman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com