Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terapi Tuberkulosis Paru

Kompas.com - 10/03/2013, 03:22 WIB

Terapi TBC menggunakan beberapa macam obat. Untuk memudahkan pasien, sekarang tersedia satu macam obat yang mengandung obat-obat TBC. Dengan demikian, pasien merasa lebih nyaman untuk meminumnya. Obat TBC amat efektif, tetapi kegagalan terapi biasanya karena kurang patuhnya pasien minum obat sampai selesai (biasanya enam bulan).

Efek samping obat

Seperti obat lain, obat TBC juga dapat menimbulkan efek samping. Namun, efek samping ini tidak terjadi pada semua orang yang minum obat TBC. Efek samping hanya terjadi pada sebagian kecil pasien. Rupanya Anda termasuk orang yang mengalami efek samping. Meski Anda mengalami efek samping, itu tak menunjukkan bahwa Anda telah menderita TBC lanjut.

Efek samping obat TBC yang sering terjadi adalah alergi. Timbul gatal dan kemerahan setelah minum obat TBC. Biasanya yang menyebabkan alergi hanya satu atau dua macam obat TBC saja. Dokter dapat menelusuri obat mana yang menimbulkan alergi. Obat tersebut dihentikan dan dapat dicoba lagi dengan dosis rendah yang dinaikkan bertahap.

Efek samping yang juga cukup sering adalah gangguan fungsi hati seperti yang Anda alami. Penanganannya hampir serupa. Obat yang dicurigai dihentikan dulu, kemudian dimulai dosis rendah dan dinaikkan bertahap. Jika masih timbul kelainan hati, mungkin harus diganti dengan obat lain.

Dengan demikian, obat TBC dapat dilanjutkan sampai selesai pengobatan. Obat tuberkulosis bagi mereka yang memerlukan disediakan oleh pemerintah secara cuma-cuma. Namun, obat tuberkulosis juga tersedia di layanan swasta di berbagai apotek di Indonesia.

Putus obat menjadi penyebab utama kegagalan terapi TBC. Karena itu, pemerintah mengembangkan program pengawasan minum obat yang disebut DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Di puskesmas, misalnya, pasien TBC minum obat di hadapan petugas kesehatan untuk meyakinkan obat benar- benar diminum. Jika kepatuhan minum obat ditingkatkan, keberhasilan terapi juga akan meningkat.

Patut diingat, penderita TBC dalam terapi pada umumnya tidak lagi menjadi sumber penularan. Karena itu, untuk menanggulangi penyakit TBC perlu dilakukan upaya penemuan kasus, pemberian terapi dan menjaga agar terapi dilaksanakan sesuai dengan lama pengobatan. Jangan putus di tengah jalan. Sebagian penderita menghentikan pengobatan karena merasa sudah sembuh atau bosan minum obat. Jika terapi tidak dijalani sampai selesai meski sudah merasa sembuh, sebenarnya kuman TBC masih ada di dalam tubuh dan sewaktu-waktu dapat aktif kembali.

Berkat kerja sama pemerintah dan masyarakat didukung oleh program DOTS, program pemberantasan TBC di Indonesia cukup berhasil. Saya berharap pengobatan Anda akan berhasil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com