Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/03/2013, 19:33 WIB

KOMPAS.com - Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.33 tahun 2012 tentang ASI Eksklusif dinilai masih belum efektif sebagaimana diharapkan. Sejak diberlakukan tahun lalu, PP ini belum secara merata dipahami semua pihak. PP ini juga masih memiliki celah serta kelemahan, termasuk di antaranya celah dalam hal pemasaran produk pengganti ASI.

Demikian diungkapkan Wakil Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Nia Umar menanggapi setahun disahkannya PP ASI Ekslusif. Pemerintah mengesahkan PP ASI Eksklusif pada tanggal 1 Maret 2012. PP ini lahir guna menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan sumber makanan terbaik sejak dilahirkan sampai berusia 6 bulan. Selain itu, kebijakan ini juga untuk melindungi ibu dalam memberi ASI eksklusif kepada bayinya.

Nia menilai, salah satu penyebab belum efektifnya penerapan PP ASI Eksklusif adalah masih minimnya sosialisasi kepada masyarakat terutama pihak-pihak yang terlibat. Menurutnya, masih banyak pihak yang berperan dalam PP tetapi belum semua memahami isinya. "Kami melihatnya saat ini sebagian pihak sudah mengetahui adanya PP No 33/2012 ini, namun belum merata dan menyeluruh," ungkapnya.

Untuk itu, AIMI saat ini sedang menjalin kerjasama untuk mengadakan penelitian di beberapa kota besar di pulau Jawa untuk melihat pemahaman dan kesadaran tenaga kesehatan di beberapa Rumah Sakit terkait kebijakan ini. "Dari penelitian ini, kita berharap bisa mendapatkan data dan informasi bagaimana kondisi pemahaman tentang PP ini di masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya," papar Nia.

Kelemahan

Mewakili AIMI, Nia juga menilai PP No.33 tahun 2012 masih memiliki banyak kelemahan sehingga mempersulit suksesnya keberhasilan menyusui di Indonesia. Beberapa celah yang disoroti AIMI antara lain tak adanya aturan yang mendukung pentingnya bayi mendapatkan ASI hingga dua tahun, aturan yang menjelaskan jaminan bagi terlaksananya kewajiban ibu dalam memberikan ASI seperti yang disebut dalam Pasal 6, serta adanya celah dalam pasal 21 ayat 2 tentang bantuan dari produsen susu formula kepada tenaga kesehatan dalam bentuk pelatihan, penelitian, pertemuan ilmiah atau lainnya.

"PP ini hanya mengatur tentang ASI eksklusif saja, padahal menyusui sesuai dengan rekomendasi WHO, IDAI dan banyak lembaga kesehatan dunia lainnya sampai dengan 2 tahun atau lebih. Jadi idealnya, yang diatur adalah hal-hal yang menghalangi proses menyusui dari 0 bulan hingga 2 tahun ini. Sayangnya hingga saat ini belum ada peraturan yang mengatur hingga usia 2 tahun," papar Nia.  

Menyoal kewajiban yang disebut dalam pasal 6 bahwa setiap ibu harus memberikan ASI Eksklusif kepala anaknya, menurut Nia, justru PP ini tidak memuat aturan yang menjelaskan dukungannya secara rinci. " Jika kita mengharuskan ibu untuk menyusui, maka kita juga sebaiknya membuat aturan selanjutnya bahwa semua pihak juga harus berkomitmen tegas untuk mendukung si ibu. Termasuk suami atau pasangan harus menafkahi, tenaga kesehatan juga harus mendukung dan seterusnya," ujarnya.

Sedangkan mengenai diperbolehkannya pemberian bantuan kepada tenaga kesehatan oleh pihak produsen susu formula seperti yang disebut dalam pasal 21,  AIM menilai hal ini dapat menimbulkan celah konflik kepentingan yang sangat besar, dan sulit sekali dibatasi karena rambu-rambunya tidaklah tegas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com