Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/04/2013, 07:52 WIB

DWI AS SETIANINGSIH

Menus Sudibyo (56) tak kenal lelah berupaya untuk memiliki anak. Meski tujuh kali gagal mengikuti program bayi tabung, dua kali di Indonesia dan lima kali di Singapura, semangat Menus tidak pernah pupus. Akhirnya, ia berhasil memiliki anak kembar pada program bayi tabung kedelapan di Jakarta.

Menus ditangani dokter ahli infertilitas Indra C Anwar. Sebelumnya, Menus cemas karena didiagnosis mengidap virus toksoplasma sehingga harus menjalani pengobatan untuk itu.

Hal yang menggembirakan, pada Oktober 1998 Menus dinyatakan hamil. Ia harus beristirahat total pada bulan ke-8 kehamilan. Anak kembar Menus, Mahaputera dan Mahaputeri, lahir pada 31 Mei 1999.

Bagi pasangan yang sulit memiliki buah hati, upaya terakhir mendapatkan anak dilakukan dengan metode in vitro fertilization (IVF). Prinsipnya, pembuahan (pertemuan sel telur dan sperma) dilakukan di laboratorium, setelah itu baru dimasukkan ke rahim. Metode ini merupakan bagian dari program bayi tabung. Upaya ini tidak selalu berhasil. Karena itu, para ahli terus melakukan penelitian untuk memperkecil kegagalan.

Setahun terakhir, teknik baru dalam pemilihan sperma diterapkan di klinik-klinik kesuburan di Indonesia. Teknik tersebut, yaitu intracytoplasmic morphologically selected sperm injection (IMSI), adalah teknik memilih sperma untuk mendapatkan sperma berkualitas.

”Dulu orang menganggap hanya sel telur yang menentukan kualitas embrio. Tapi kemudian disadari faktor sperma juga menentukan kualitas embrio. Karena itu, sperma juga diseleksi. Ternyata angka kehamilan menjadi lebih bagus, terutama untuk kasus-kasus yang gagal berulang,” kata Indra yang berpraktik di Klinik Kesuburan Teratai Rumah Sakit Gading Pluit.

Teknik IMSI dikembangkan tim yang diketuai Profesor Benyamin Bartoov dari Male Fertility Laboratory, Bar-Ilan University, Israel, tahun 2002. Bersama tim, Bartoov melakukan penelitian menggunakan mikroskop canggih untuk menyeleksi bentuk dan karakteristik sperma.

Kualitas sperma diduga menjadi salah satu sebab kegagalan prosedur intra-cytoplasmic sperm injection (ICSI). Mereka menduga, capaian angka kehamilan yang rendah melalui prosedur ICSI, berkorelasi dengan ketidaknormalan bentuk sperma yang selama ini tidak terdeteksi melalui prosedur ICSI.

ICSI adalah teknik yang banyak digunakan pada metode bayi tabung, selain teknik konvensional. Pada IVF konvensional, satu sel telur dipertemukan dengan 50.000-100.000 sperma di cawan petri agar satu sperma yang baik masuk ke dalam sel telur sehingga terjadi pembuahan.

Pada teknik IVF-ICSI, satu sperma disuntikkan ke dalam satu sel telur agar terjadi pembuahan. Teknik ini dilakukan bila ada masalah pada sperma, misalnya sperma tidak mampu masuk ke sel telur dengan tenaganya sendiri. "Caranya, sperma dipatahkan dulu lehernya kemudian disuntikkan ke dalam sel telur," Indra memaparkan.

Pembesaran 6.000 kali

IMSI, kata Indra, merupakan pengembangan ICSI untuk menyeleksi sperma dengan lebih spesifik menggunakan mikroskop berkemampuan tinggi. Teknik ini memungkinkan ahli embriologi melihat sperma lebih detail, yakni lewat pembesaran 6.000 kali. Dengan demikian, dapat dianalisis parameter kesuburan dan morfologi sperma. Dalam ICSI, sperma diseleksi melalui pembesaran 400 kali.

Tahun 2003, tim Bartoov menerbitkan penelitian di mana prosedur seleksi sperma dengan teknik IMSI terbukti meningkatkan angka kehamilan bagi pasangan dengan kegagalan yang berulang. Penelitian ini melibatkan masing-masing 50 pasangan dalam grup IMSI dan ICSI untuk diperbandingkan.

Hasilnya, jumlah pasangan yang menggunakan IMSI mengalami kehamilan sangat signifikan (66 persen), dibandingkan dengan pasangan yang hanya menggunakan teknik ICSI (33 persen).

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau