Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/04/2013, 16:37 WIB

KOMPAS.com - Meski kasus flu burung varian H7N9 belum ditemukan di Indonesia, bukan berarti masyarakat tak perlu waspada. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan menyatakan, penularan avian influenza H7N9 perlu diwaspadai, mengingat Indonesia dan China memiliki hubungan yang erat terutama dalam hal perdagangan. 

"Kemungkinan terjadi selalu ada. Apalagi Indonesia dan China memiliki hubungan perdagangan," kata Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI, Tjandra Yoga Aditama, Rabu (17/4/2013).

Menurut Tjandra, jalur lalu lintas seperti bandar udara dan pelabuhan merupakan pintu utama. Oleh karena itu, dirinya menyarankan setiap pendatang, terutama dari China, yang mengalami keluhan batuk, demam, sesak napas, agar menghubungi kantor kesehatan pelabuhan atau bandara setempat.
Kesehatan unggas sebagai vektor virus juga harus diperhatikan.

Tjandra juga mengimbau masyarakat untuk bersama-sama memonitor kesehatan unggas di tiap wilayah. Terutama bila ditemukan kematian massal mendadak. Mayat unggas harus segera dikubur atau dibakar untuk mencegah virus menyebar.

Masyarakat juga diminta aktif untuk melaporkan bila ditemukan kematian massal unggas mendadak. Pelaporan juga harus dilakukan bila ada yang mengalami sesak nafas, demam, dan batuk dengan lingkungan yang penuh unggas atau baru kembali dari China.

"Bisa menghubungi telepon 021-4257125 atau 021-36840901. Bisa juga dengan SMS ke 021-36840901, atau email poskoklb@yahoo.com," kata Tjandra.

Ia menambahkan, rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan juga harus memberi perhatian khusus pada penyakit Severe Acute Respiratory Infection (SARI). Terutama bila pasien datang dari daerah terjangkit di China dengan penyebab penyakit yang tidak jelas. Infeksi saluran pernafasan akut ini ditandai sesak nafas parah yang mengancam jiwa pasien. Tjandra mengatakan, respon terhadap pasien dengan gejala tersebut harus dilakukan sesegara mungkin.

"Respon cepat akan menentukan keselamatan pasien, seperti pada Influenza Like Illness (ILI)," kata Tjandra.

Dia juga menambahkan, masyarakat tidak perlu panik dan segera mendatangi fasilitas kesehatan bila menemukan gejala tersebut Tjandra menambahkan saat ini di dunia belum ada vaksin terhadap H7N9. Obat yg diberikan ke pasien adalah yang tersedia di Indonesia adalah oseltamivir.

China saat ini menjadi sorotan dunia karena di negara ini kasus virus H7N9 ditemukan menginfeksi manusia. Komisi Nasional Perencanaan Kesehatan dan Keluarga China seperti dilansir Xinhua mengatakan, total kasus penularan virus H7N9 hingga Selasa (16/4/2013) ini sudah mencapai 77 kasus. Sebanyak 16 kasus di antaranya berujung kematian. 

Deputi Zoonosis Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat RI, Chabib Afwan menilai serangan Virus H7N9 pada unggas sebetulnya tidak lebih ganas dibanding H5N1. Namun serangan H7N9 pada manusia lebih ganas dibanding H5N1. "Hal ini masih menjadi penelitian, bagaimana bisa mengganas. Kemungkinan terjadi mutasi," kata Chabib

Chabib menambahkan, virus H7N9 menular lewat perantara merpati. Namun peneliti belum dapat memastikan bagaimana merpati dan manusia bisa kontak hingga menularkan H7N9.

Senada dengan Tjandra, Chabib berpendapat Indonesia harus mewaspadai H7N9. "Kasus H7N9 belum bisa disingkirkan. Kesehatan unggas, bandara, dan pelabuhan jadi perhatian utama," kata Chabib.

Salah satu bentuk pertahanan adalah adanya larangan impor produk unggas beberapa waktu lalu. Kendati belum ada rekomendasi WHO terkait pertahanan terharap virus H7N9 untuk manusia di bandara dan pelabuhan, Chabib memperkirakan skrining suhu dapat menjadi pilihan. Skrining ini sama seperti yang dilakukan saat kasus H5N1. Bila suhu pada alat skrining meningkat, kemungkinan objek skrining terinfeksi H7N9. Skrining ini akan dilakukan pada pendatang dari negeri China.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com