Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/05/2013, 11:52 WIB

Kompas.com - Diabetes melitus merupakan penyebab kematian tertinggi dari penyakit tidak menular pada orang dewasa. Jumlah orang berusia produktif yang menderita penyakit ini terus meningkat setiap tahunnya.

Diabetes melitus umumnya terkait keturunan, namun juga dipengaruhi oleh faktor risiko lainnya seperti kegemukan, pola makan kurang sehat, kurang aktivitas fisik, merokok, atau hiperkolesterol.

Menurut Prof.Pradana Soewondo, Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Endokrinologi Indonesia, perubahan pola makan yang terjadi di Indonesia memicu tren lonjakan jumlah penderita diabetes.

"Masyarakat cenderung menyukai makanan dengan kandungan gula, garam, dan natrium berlebih, dengan konsumsi sayur buah minim. Akibatnya peluang menderita diabetes semakin besar," katanya.

Hal tersebut diperparah dengan masyarakat yang cenderung tak peduli pada kesehataanya.

Pradana menyebutkan, 88,8 persen penderita penyakit tidak menular, tidak pernah memeriksakan kadar gula darahnya. Padahal, tinggi rendahnya kadar glukosa adalah paramater penting untuk dosis pengobatan dan pengaturan pola makan.

Kebanyakan pasien diabetes juga datang ke rumah sakit bila kondisinya semakin buruk.

Data yang diambil International Diabetes Management Practices Studied (IDMPS) pada 2007/2008 menyebutkan, pada 674 pasien diabetes yang berobat di RSCM,  kebanyakan sudah menderita diabetes selama 6,1 tahun.

"Akibatnya 53 persen sudah mengalami komplikasi mikrovaskuler di jantung atau otak. Sedangkan 20 persen sudah ada komplikasi makrovaskuler, seperti kesemutan dan rasa pegal," kata Pradana.

Survei yang sama menyebutkan 48 persen penderita diabetes mengalami hipertensi, sebanyak 93 persen telah menerima pengobatan untuk menurunkan tekanan darah.

Selain itu, sekitar 54 persen diabetesi mengalami hiperkolesterol dan 82 persen telah menjalani pengobatan untuk menurunkan jumlah kolesterolnya.
"Rajin cek kesehatan menjadi kunci menghindari diabetes. Kalaupun sudah terkena diabetes, paling tidak komplikasinya bisa dihindari," kata Pradana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com