Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/05/2013, 07:00 WIB

M Zaid Wahyudi

Saat kerusakan kornea sudah parah dan tak mungkin diatasi dengan cangkok kornea biasa, teknik osteo-odonto-keratoprostesis dapat menjadi jalan keluar. Teknik itu merupakan langkah terakhir untuk menghindari kebutaan akibat kerusakan kornea.

Osteo-odonto-keratoprostesis (OOKP) dikembangkan oleh dokter bedah mata asal Italia, Benedetto Strampelli, pada awal dekade 1960-an. Namun selama tiga dekade, penerapannya mengalami kegagalan. Sejak akhir 1990-an, teknik OOKP diperbaiki para ahli bedah mata Inggris dan Jerman. Di Asia, Singapura menjadi negara pertama yang mengembangkan teknik ini pada 2004.

Cangkok kornea biasa dilakukan dengan mengganti kornea rusak dengan kornea sehat dari donor. Penggantian dapat dilakukan pada seluruh lapisan kornea atau hanya mengganti lapisan kornea yang bermasalah. Penggantian sebagian kornea lebih menguntungkan karena mengurangi risiko penolakan oleh tubuh yang menjadi pemicu terbesar kegagalan cangkok kornea.

Direktur Medik Pusat Mata Nasional Singapura (Singapore National Eye Centre) Donald Tan akhir Februari lalu di Singapura mengatakan, OOKP dilakukan dengan menggunakan kornea buatan dari plastik yang disebut silinder optik. Fungsi silinder optik ini sama seperti kornea, yaitu melewatkan cahaya hingga jatuh tepat di retina.

Silinder optik diletakkan di permukaan bola mata ditopang lapisan gigi pasien. Penggunaan gigi di mata itulah yang membuat teknik ini disebut implan gigi di mata (tooth-in-eye).

”Gigi digunakan karena akar gigi dan tulang di sekitarnya merupakan satu-satunya media yang dapat memberi dukungan biologis terhadap silinder optik dan menempel di mata,” kata Tan yang juga Presiden Masyarakat Kornea (Cornea Society).

Selain untuk mengatasi kerusakan kornea dan penyakit permukaan mata yang parah, OOKP dapat digunakan untuk menerapi kerusakan kornea penderita sindrom Stevens Johnson (kumpulan gejala akibat sensitivitas berlebihan dari sistem kekebalan tubuh). Teknik ini juga dimanfaatkan untuk mengatasi kerusakan mata parah akibat terbakar, terkena bahan kimia, ataupun kegagalan berulang pencangkokan mata sebelumnya.

Teknik ini tidak dapat digunakan untuk mengatasi ancaman kebutaan jika kerusakan terjadi pada saraf optik atau retina (selaput jala) di belakang mata. Retina berfungsi mengubah cahaya jadi sinyal listrik untuk diteruskan ke otak lewat saraf optik. Di otak, cahaya yang ditangkap mata akan dipersepsikan.

Operasi OOKP dilakukan dua tahap. Jeda antara tahap pertama dan tahap kedua 3-4 bulan. Operasi di setiap tahap perlu waktu 4-8 jam, melibatkan dokter mata dan dokter gigi.

Pada tahap pertama, tindakan yang dilakukan adalah mengambil gigi pasien. Bagian yang diambil bukan hanya mahkota gigi, melainkan juga akar dan sebagian tulang rahang.

Gigi depan

Secara terpisah, dosen Divisi Infeksi dan Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Made Susiyanti mengatakan, yang digunakan adalah gigi bagian depan yang memiliki akar tunggal, seperti gigi taring (kaninus) atau gigi geraham kecil (pramolar).

Setelah diambil, gigi diasah hingga berbentuk lempengan segi empat. Di bagian tengah lempengan gigi dibuat lubang untuk memasukkan silinder optik. ”Silinder optik atau lensa direkatkan dengan lem khusus untuk mengoreksi penglihatan pasien saat dipasang di mata. Silinder optik awet sehingga tidak perlu diganti, kecuali terlepas,” kata Susiyanti.

Selanjutnya, lempengan gigi beserta silinder optiknya ditanam di dalam pipi bagian atas atau di bawah kelompok mata selama 3-4 bulan. Ini dimaksudkan agar lempengan gigi dilapisi jaringan mukosa (selaput lendir) di bawah mata dan menumbuhkan pembuluh darah baru yang rusak selama proses pemotongan gigi.

Posisi penanaman gigi di dekat bola mata itu membuat jaringan mukosa yang melapisi lempengan gigi adalah jaringan mukosa konjungtiva dan jaringan mukosa sklera. Jaringan mukosa konjungtiva adalah membran tipis bening yang melapisi permukaan bagian dalam kelopak mata dan dan menutupi bagian depan mata dan berfungsi menjaga kelembaban mata. Adapun jaringan mukosa sklera adalah lapisan bola mata paling luar yang berwarna putih dan berfungsi melindungi bola mata.

Seiring dengan itu, lapisan bagian atas mata pasien yang rusak dibuang. Bagian mata yang ditinggalkan ditutup dengan lapisan mukosa dari pipi bagian dalam.

Tahap kedua OOKP dilakukan 3-4 bulan berikutnya. Pada tahap ini, lapisan mukosa pipi bagian dalam yang ditanam di mata dibuka kembali. Selanjutnya, dibuat bukaan berbentuk lingkaran agar silinder optik yang melekat pada lempengan gigi bisa ditempatkan.

Kemudian, lempengan gigi beserta silinder optik yang sebelumnya ditanam di bagian dalam pipi bagian atas dipindahkan ke mata. Lempengan gigi dan silinder optik itu ditutup dengan lapisan mukosa pipi bagian dalam.

Seusai operasi, pasien dapat menikmati penglihatan lebih baik sekitar dua minggu sejak operasi tahap kedua dilakukan.

Susiyanti mengatakan, teknik OOKP belum dilakukan di Indonesia. ”Di Asia, hanya Singapura, India, dan China yang telah melakukan,” ujarnya.

Tan mengatakan, OOKP pertama di Singapura dilakukan tahun 2004 terhadap pemuda 19 tahun asal Thailand yang mengalami sindrom Stevens Johnson. Hingga kini, penglihatan pemuda tersebut masih bagus walau medan pandangnya tidak selebar orang normal.

Hingga kini, OOKP di Singapura telah dilakukan terhadap 41 pasien dari 13 negara dengan tingkat penerimaan hasil cangkok gigi di mata itu mencapai 100 persen alias tidak ada kegagalan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com