Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/05/2013, 10:09 WIB

Oleh Mawar Kusuma

Sejak lahir, anak-anak ini menderita kerusakan otak. Ada bagian dari otak mereka yang lumpuh dan tak tersembuhkan. Namun, kasih dan kepedulian orangtua bisa melahirkan mukjizat. Teuku Amaradhi Wipharya baru berusia 1,5 tahun, tetapi ia telah menderita stroke sejak masih di dalam kandungan. Amar menderita stroke karena seperempat bagian dari otaknya telah rusak.

Gejala stroke yang dialaminya sama persis seperti pada orang dewasa, yaitu kelumpuhan pada satu sisi tubuh. Ketika hamil 30 minggu, ibunda Amar, Made Tasya Nuarta (30), sempat mengalami stroke ringan serupa migrain.

Pengentalan darah yang dialami Tasya ketika terkena stroke ringan ternyata diteruskan kepada bayi kembar di dalam rahim. Pasokan oksigen ke otak bayi-bayi itu sempat terhenti sehingga terjadilah kerusakan otak.

Saudara kembar Amar yang juga terkena stroke neonatal mengalami kerusakan otak berat dan meninggal dunia sebelum dilahirkan. Amar pun lantas lahir prematur.

Lahir prematur pada usia kandungan 6,5 bulan, Aira Syahraini Apriyagung Putri (4) juga mengalami kerusakan otak. Ia didiagnosis menderita kelumpuhan otak atau cerebral palsy.

Kerusakan itu diduga karena pasokan oksigen ke otak sempat terputus. Hal itu terjadi ketika Aira tidak langsung menangis begitu lahir.

Setelah menjalani pemeriksaan MRI, terlihat ada area abu-abu di otak kanan Aira yang memengaruhi kinerja tubuh sebelah kirinya. ”Kami terlambat tahu setelah Aira menginjak usia satu tahun. Sebelumnya, kami ’terlena’ dengan status Aira yang lahir prematur,” kata ibunda Aira, Jarvi Kurnia Lestari (30).

Aira tidak mampu melakukan gerakan sederhana dan mengalami keterlambatan motorik. Hingga sekarang, Aira belum bisa berjalan karena tingkat kekakuan yang tinggi pada kedua kaki. Otot pinggul dan punggung juga lemah untuk mendukungnya duduk sendiri.

Terapi kasih

Untuk gerakan sederhana seperti duduk selama sepuluh menit, Aira harus bekerja keras. Seperti ketika menjalani fisioterapi di rumahnya beberapa pekan lalu, Aira harus mencucurkan keringat dan air mata pada saat belajar jalan.

Selangkah demi selangkah, ia mulai menggerakkan kaki mengikuti meja table tilting yang dirancang bisa bergerak mengikuti gerakan tubuh.

Satu jam menjalani terapi di rumah, Aira sesekali berteriak histeris, meronta, dan menangis keras.

”Ayo Aira, jangan menyerah,” kata Jarvi memberi semangat agar putrinya terus belajar berjalan.

Daripada berputus asa, Jarvi dan suaminya, Agung, memilih untuk memperjuangkan Aira. Karena Aira menjalani terapi di rumah, Jarvi dan Agung membeli alat-alat, seperti gym ball, bolster, wedges, dan matras. ”Kasih sayang kami akan membuat dia lebih kuat,” ujar Jarvi.

Aira juga menjalani terapi okupasi, terapi wicara, dan sensori integrasi. Fisioterapis anak, Woro Murti (42), mengungkapkan kekaguman pada perjuangan orangtua Aira untuk kesembuhan putrinya. ”Kemajuan Aira sangat pesat karena cinta orangtuanya,” kata Woro.

Cinta serupa dilimpahkan Tasya kepada putranya, Amar. Begitu didiagnosis mengalami stroke, Tasya segera membawa Amar ke klinik tumbuh kembang anak. Ditangani oleh dokter saraf anak, Amar pun menjalani rangkaian terapi.

Kasih dari orangtua dan beragam terapi yang dilalui terbukti bisa membuat Amar menjadi lebih baik. Kelumpuhan yang dialami Amar di bagian kanan tubuh akibat stroke secara perlahan bisa diperbaiki. Amar pun kini sudah bisa berjalan dari awalnya merangkak pun sulit.

Tasya lalu menunjukkan terapi sederhana dengan menggunakan mainan, seperti karet yang diikatkan di kedua pergelangan tangan Amar. Dengan karet itu, tangan kanan Amar yang lemah bisa mengimbangi gerak tarikan tangan kiri.

Memori otak

Memori otak Amar tentang kehadiran otot di tangan kanan terbangkitkan kembali lewat beragam terapi. ”Fungsi bagian otaknya yang rusak diambil alih oleh bagian otak yang masih sehat,” kata Setyo Handryastuti Sp A(K), dokter Divisi Neurologi Anak, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI, RSCM.

Kelainan anatomi pada otak, kata Handryastuti, memang tidak bisa disembuhkan. Namun, fungsi dari otak yang rusak tersebut ternyata bisa diambil alih oleh bagian otak lain yang sehat. Hal ini karena sifat plastisitas yang memampukan otak bayi dan anak untuk mereorganisasi diri dengan interkoneksi baru pada saraf.

Menurut Handryastuti, stroke pada bayi yang baru lahir bisa disebabkan oleh gangguan peredaran darah ketika janin masih di dalam kandungan. Ketika ibu hamil mengalami gangguan pembekuan darah atau infeksi, janin bisa ikut mengalami peradangan pembuluh darah.

Adapun stroke pada anak, yang bukan bawaan lahir, terjadi karena penyakit gangguan pembekuan darah, seperti hemofilia, anemia sel sabit, atau penyakit jantung bawaan. ”Harus dicari penyebabnya untuk diobati. Orangtua harus super sabar. Menyangkut perkembangan otak itu perlu proses,” kata Handryastuti sambil menambahkan, jumlah kasus stroke anak yang ditangani RSCM berkisar 4-5 kasus per tahun.

Seberat apa pun kerusakan otak yang dialami putra-putri mereka, para orangtua ini berjuang bagi masa depan yang lebih baik. Kerusakan otak bukan akhir, melainkan justru menjadi awal untuk memperjuangkan kemandirian.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com